Joko Widodo atau Jokowi mengakomodasi dan mengangkat Prabowo Subianto-Sandiaga Solahuddin Uno sebagai menteri (pembantunya) untuk menghindari ketegangan politik dan perpecahan bangsa dan negara pasca Pilpres 2019.
Padahal Prabowo Subianto-Sandiaga Solahuddin Uno, rival politik bubuyutan pada Pilpres 2019 dihiasi segala fitnah, hoax, ujaran kebencian, hasut, hujat, provokasi, agitasi, kampanye hitam, merendahkan dan menyepelekan kemampuan serta menyerang privasi dan keluarga dengan amat sangat kasar, kejam, keji dan biadab.
Baca Juga:
Tanggap Pemecatan PDIP, Jokowi: Wong Dipecat Juga Biasa-biasa Saja
Pasca Pilpres Jokowi memosisikan diri "Payung" melindungi, memagari, mengayomi seluruh rakyat Indonesia dengan kata-kata bijak dan cerdas, Tidak ada lagi Kubu 01 dan 02 yang ada 03 "Persatuan Indonesia" sebagaimana termaktub pada Sila Ketiga PANCASILA..
Model kepemimpinan tak pernah ada di dunia mengakomodasi rival kontestasi politik kalah pada (Pilpres) sesungguhnya sebuah terobosan politik mutahir dari seorang Jokowi lahir dari rahim rakyat marjinal bumi Nusantara menjadi "role model" kepemimpinan diatas jagat raya.
Jokowi memosisikan diri sebagai sebuah "Payung" agar bangsa dan negara terhindar dari perpecahan, permusuhan, konflik harizontal sekalipun mendapat perlawanan keras dari pendukung, simpatisan fanatik di seluruh Indonesia.
Baca Juga:
Jokowi Akui Belum Bertemu Megawati, Tapi Pastikan Hubungan Tetap Baik
Pemimpin otentik, pemimpin untuk semua memilih "TIDAK POPULER" ataupun dicaci maki, dihina, direndahkan, bahkan dilengserkan atau dimakzulkan dari tampuk kekuasaan demi menjaga keutuhan bangsa survival negara yang dicintai dari lubuk hati paling dalam pikiran paling jernih.
Pemimpin memosisikan diri sebagai "Payung" tak pernah cengeng, curhat, memelas apalagi menjadikan rakyat bemper mempertahankan, melanggenkan kekuasaan karena mereka sadar sesadar-sadarnya selaku "pelindung, pagar, pengayom" bagi rakyat yang dipimpin.
Jadi sangat aneh bin aneh bila ada pemimpin (keluarga, masyarakat, bangsa dan negara) meminta "dipayungi, dilindungi, dipagari, diayomi" rakyat yang dipimpin apalagi cengeng, curhat, memelas, dan cari alibi tak masuk akal menutupi ketidakmampuan atau kegagalan mengemban amanah kepercayaan publik.