Bung Karno memilih lebih baik hilang kekuasaan daripada pertumpahan darah sesama anak bangsa bagaikan "Payung" bagi bangsa dan negara yang dicintai dari hati dan pikiran paling dalam.
Bung Karno tidak rela dan mau mengorbankan rakyatnya demi mempertahankan dan melanggengkan tahta kekuasaan.
Baca Juga:
Surat Purnawirawan Gegerkan Senayan, Jokowi: Pemakzulan Ada Syaratnya
Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.(PDI-Perjuangan) selaku pemenang Pemilu 1999 tidak otomatis terpilih menjadi presiden akibat munculnya "Poros Tengah" yang digawangi Amien Rais menimbulkan hura-hara, bakar-bakaran dari pendukung dan simpatisan yang kecewa dan tidak terima "manuver politik" lawan politik Mbak Mega.
Dengan karakter keibuan, Mbak Mega tampil menenangkan pendukung dan simpatisannya di seluruh tanah air agar tetap tenang dan menerima keputusan politik dengan legowo.
Megawati Soekarnoputri atau Mbak Mega memerankan diri seperti sebuah "Payung" agar bangsa dan negara terhindar dari pertumpahan darah, perpecahan dan keruntuhan bangsa dan negara.
Baca Juga:
Polemik Ijazah Jokowi, Joman: Roy Jangan Tinggal di Indonesia Kalau Tak Percaya Bareskrim
KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memilih tidak melakukan perlawanan ketika dimakzulkan dari tampuk kekuasaan (presiden) sekalipun kekuatan pendukung dan simpatisan masih sangat kuat untuk mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan ketika itu.
Gus Dur memilih sebagai sebuah "Payung" untuk menghindari pertumpahan darah, perpecahan bangsa dan negara daripada mempertahankan dan melanggengkan sebuah kekuasaan di negeri ini.