Sumut.WAHANANEWS.CO - Organisasi relawan nasional pendukung Prabowo-Gibran, MARTABAT, mendesak peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pengawasan menyeluruh dalam pengelolaan transportasi air di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara.
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menyampaikan hal ini menyusul penghentian sementara operasional kapal tradisional akibat cuaca ekstrem di jalur pelayaran Tigaras–Simanindo beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Jadi Tuan Rumah Lari Lintas Alam Dunia, MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Promosi Otorita Danau Toba dan Pulau Samosir
“Kami mengingatkan seluruh kepala daerah yang berada di wilayah otorita Danau Toba dan juga instansi teknis seperti KSOPP agar tidak hanya reaktif, tapi segera mengambil langkah-langkah struktural dan terukur,” tegas Tohom dalam pernyataannya di Jakarta, Minggu (20/7/2025).
Ia menyoroti urgensi untuk tidak hanya bergantung pada imbauan cuaca, melainkan menciptakan sistem deteksi dini dan respon cepat berbasis teknologi dan SDM yang profesional.
“Kapal-kapal tradisional bukan sekadar moda transportasi, tapi bagian dari nadi kehidupan masyarakat sekitar Danau Toba. Keselamatan penumpang tidak boleh dikorbankan,” ujarnya.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Kepedulian Menparekraf dan Ketum PDIP terhadap Ancaman Pencabutan Status Kaldera Danau Toba oleh UNESCO
Tohom menegaskan bahwa faktor cuaca yang dinamis seperti angin kencang dan gelombang tinggi hanya bisa diantisipasi jika sistem informasi dan pelatihan SDM berjalan dengan baik.
“Kejadian penundaan pelayaran akibat cuaca pada 16 Mei 2025 harus dijadikan alarm. Jangan tunggu tragedi seperti 2018 terulang. Pelatihan berkala bagi nahkoda dan petugas pelabuhan harus menjadi prioritas,” katanya mengingatkan.
Tohom menilai saat ini terjadi ketimpangan dalam kesiapan teknis dan koordinasi antarwilayah di kawasan otorita Danau Toba.
Oleh karena itu, MARTABAT Prabowo-Gibran menyerukan agar Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) tidak hanya fokus pada pembangunan fisik dan pariwisata, melainkan juga memperkuat tata kelola pelayaran rakyat.
“Keselamatan manusia jauh lebih utama dibanding target kunjungan wisata,” ujarnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menyampaikan bahwa persoalan keselamatan pelayaran di kawasan Danau Toba tak bisa dilepaskan dari kebijakan spasial dan tata aglomerasi kawasan.
“Banyak pelabuhan kecil tumbuh tanpa rencana matang. Ini bukan hanya soal transportasi air, tapi juga tata ruang dan ekosistem sosialnya. Kalau tidak dikelola serius, yang muncul bukan pertumbuhan, tapi potensi bencana,” ucapnya.
Ia juga mengungkapkan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal dan komunitas pelaut dalam pelatihan keselamatan berbasis kearifan lokal.
“Tak cukup hanya menggantungkan harapan pada BMKG atau dinas perhubungan. Pemerintah daerah harus membuka ruang kolaborasi dengan masyarakat adat dan pengelola lokal yang setiap hari bersentuhan langsung dengan kondisi Danau Toba,” ungkapnya.
Sebagai langkah konkret, MARTABAT Prabowo-Gibran mendorong evaluasi menyeluruh terhadap regulasi pelayaran rakyat serta optimalisasi fungsi pelabuhan dengan sistem pengawasan real time.
“Kalau kita bisa bangun bandara bertaraf internasional di Silangit, maka tak ada alasan membiarkan pelabuhan rakyat di Danau Toba tetap berjalan dengan cara-cara usang,” ujar Tohom.
Tohom juga meminta pada pemerintah untuk menjadikan keselamatan pelayaran rakyat sebagai prioritas dalam kebijakan transportasi nasional yang inklusif.
“Ini soal nyawa rakyat. Tak boleh lagi dianggap urusan kecil,” pungkasnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]