WahanaNews-Sumut | Pelaksanaan akad nikah di Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), diduga tidak dihadiri Pegawai Pencatat Nikah (PPN), sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946. Kondisi ini telah berlangsung dalam kisaran dua tahun terakhir.
Padahal, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan Undang-Undang Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk memerintahkan, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah atau yang akrab disebut Penghulu.
Baca Juga:
Wujudkan Medan Smart City, Aulia Rachman Resmikan Gedung Kantor PLN Icon Plus SBU Regional Sumbagut
"Dari pengamatan kita dalam kurun 1 tahun belakangan, pelaksanaan akad nikah di Kecamatan Pandan, tidak pernah dihadiri penghulu," ujar Ketua DPD LSM Inakor Tapteng, Irwansyah Daulay, Senin (10/10/2022).
Irwansyah mengungkapkan, pelaksanaan akad nikah hanya dihadiri oknum pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pandan, yang nota benenya bukan Pegawai Pencatat Nikah, yang diangkat oleh Menteri Agama.
Oknum berinisial BG ini diutus oleh Kepala KUA Kecamatan Pandan, untuk mengawasi dan mencatat kegiatan akad nikah. Sementara, penghulu yang sah tidak pernah diberikan ruang dan waktu, untuk mengawasi dan mencatat pelaksanaan akad nikah.
Baca Juga:
Ini Dia Daftar 145 Lokasi di Medan yang Sudah Gunakan Sistem E-parking
"Selain Kepala KUA, Kecamatan Pandan ada 2 penghulu lainnya yang diangkat oleh Menteri Agama. Kedua-duanya tidak pernah diberdayakan. Semua pelaksanaan pengawasan akad nikah di kuasai oleh Kepala KUA dengan menugaskan BG," ungkap Irwansyah.
Irwansyah menduga, penugasan BG mengawasi dan mencatat setiap pelaksanaan akad nikah, bertujuan agar honor yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014, menjadi miliknya. Jika 2 penghulu lainnya yang melaksanakan tugas pengawasan dan pencatatan, oknum Kepala KUA kemungkinan tidak akan kecipratan.
"Kalau anak buahnya yang disuruh, dipastikan honor tersebut akan masuk ke kantongnya. Namun dia tidak sadar, akibat kebijakannya, akad nikah yang telah terlaksana tidak mempunyai kekuatan hukum. Kasihan kedua pengantin dan keluarganya," imbuhnya.
Ia memastikan, pengkangkangan undang-undang yang dilakukan oknum Kepala KUA Kecamatan Pandan, sudah merupakan pelanggaran pidana, sebagaimana yang tertulis dalam Undang-Undang Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
"Seseorang yang menjalankan pekerjaan melakukan pengawasan akad nikah dengan tidak ada haknya, dihukum penjara 3 bulan," tukas Irwansyah.
Terindikasi melalukan pelanggaran etik dan pidana, Irwansyah memastikan akan membuat laporan pengaduan ke Kementerian Agama, Kejaksaan Agung RI dan pihak kepolisian.
"Ini tidak boleh dibiarkan. Harus segera dihentikan. Secepatnya saya akan melaporkannya ke Kemenag RI dan Kejaksaan Agung, dengan melampirkan beberapa bukti foto dan video. Kita juga akan melaporkan pelanggaran pidananya ke polisi," pungkasnya.
Sementara, Kepala KUA Kecamatan Pandan, Ahmad Putra Tanjung, S.H.I, yang di konfirmasi dikantornya membenarkan jika penugasan petugas yang bukan Pegawai Pencatat Nikah, tidak dibenarkan dalam Kompilasi Hukum Islam.
Namun Ahmad Putra berdalih, penugasan pegawai yang bukan PPN dilakukan dalam kondisi darurat. Artinya, jika permintaan
pencatatan perkawinan membludak, sementara penghulu yang sah ada yang berhalangan.
Ia juga mengakui, kalau pelaksanaan pelaksanaan akad nikah dihadiri pegawai yang bukan PPN, ilegal secara hukum, kebijakan tersebut terpaksa dilakukan, demi pelayanan permintaan akad nikah, yang sebelumnya telah disampaikan masyarakat.
"Kita menugaskan pegawai yang bukan penghulu, jika dalam kondisi darurat," jawabnya. [rum]