WahanaNews.co | Rencana Pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. PPN juga akan dikenakan pada barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
Baca Juga:
Bulan Solidaritas Palestina 2024: Ribuan Masyarakat Lampung Berlayar dan Kibarkan Bendera di Selat Sunda
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Kota Bandar Lampung Muhammad Ali akan melakukan upaya memprotes keras atas rencana pemerintah untuk menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak. Pemerintah diharapkan menghentikan upaya bahan pokok sebagai objek pajak.
Baca Juga:
Terjebak Penipuan Pajak, Pedagang Sembako Kehilangan Rp298 Juta dalam Sekejap
IKAPPI Lampung menganggap bahwa pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan sebuah kebijakan, apalagi dimasa pandemi covid-19 dan situasi perekonomian rakyat saat ini yang sedang sulit dan memprihatinkan.
"Kami mencatat lebih dari 50 persen omzet pedagang pasar menurun. Disamping itu pemerintah belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan daru beberapa bulan belakangan ini. Harga cabai bulan lalu hingga Rp.100 ribu, harga daging sapi belum stabil, mau di bebanin PPN lagi? Ini kami nilai udah ugal-ugalan... Kami kesulitan jual karena ekonomi menurun, dan daya beli masyarakat rendah. Mau ditambah PPN lagi, gimana tidak gulung tikar," ucap Ketua IKAPPI Lampung Muhammad Ali.
"Kami memprotes keras upaya-upaya tersebut. Dan sebagai organisasi penghimpun pedagang pasar di indonesia kami akan melakukan upaya protes kepada pemangku jabatan (Presiden) agar Kementerian terkait tidak melakukan upaya-upaya yang justru menyulitkan anggota kami," ucap Muhammad Ali lebih lanjut.
Seperti ramai diberitakan, selain ada rencana mengerek pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%, pemerintah menyiapkan skema PPN terhadap barang kebutuhan pokok. Hal tersebut tertuang dalam rencana revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Sebelumnya, sembako adalah obyek yang tidak dikenakan pajak, sebagaimana diatur Peraturan Menteri Keuangan 116/PMK.010/2017. Barang kebutuhan pokok itu adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, ubi-ubian, sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi. (JP)