Tohom juga menyoroti penerapan pola operasi berbasis contingency plan yang disiapkan ASDP Cabang Danau Toba.
Menurutnya, pengaturan layanan dalam kondisi normal, padat, hingga sangat padat merupakan langkah adaptif yang mencerminkan manajemen transportasi modern.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo–Gibran: Sinergi BPODT dan Media Lokal Perkuat Percepatan Kebangkitan Pariwisata Danau Toba
“Ini penting agar lonjakan penumpang tidak berujung pada kekacauan layanan. Pariwisata butuh kepastian, bukan sekadar ramai,” tegasnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menyebutkan bahwa Danau Toba seharusnya dikelola sebagai satu kesatuan sistem kawasan.
“Danau Toba bukan hanya titik wisata, tetapi kawasan aglomerasi pariwisata. Konektivitas penyeberangan menentukan hidup-matinya UMKM, sektor jasa, dan ekonomi kreatif di sekitarnya,” ujarnya.
Baca Juga:
Dorong Transformasi Pariwisata Berkelanjutan, MARTABAT Prabowo-Gibran Nilai Penguatan Danau Toba 2026 Sebagai Lompatan Visi Indonesia Emas
Ia juga menilai kebijakan perpanjangan jam operasional hingga tengah malam selama periode Nataru sebagai langkah progresif, selama tetap diiringi pengawasan keselamatan yang ketat.
“Menambah jam operasi itu baik, tetapi keselamatan harus tetap menjadi prioritas utama. Di situlah kepercayaan publik dibangun,” kata Tohom.
Lebih jauh, Tohom mendorong agar keberhasilan pengelolaan layanan penyeberangan selama Nataru dapat dijadikan model pengembangan konektivitas di destinasi wisata nasional lainnya.