“Kita bicara tentang integrasi pelabuhan dengan kawasan industri, jalan tol, rel kereta api, dan sistem logistik digital. Kalau ini semua dibangun terencana dan efisien, biaya logistik Indonesia bisa turun drastis, bahkan hingga 10-15 persen. Ini akan menjadi game changer,” tambahnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini mengungkapkan bahwa dampak pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung tidak hanya terbatas secara ekonomi, tetapi juga akan mengubah geopolitik kawasan Asia Tenggara.
Baca Juga:
Didukung Pihak Swasta, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Dimulainya Rencana Pembangunan MRT Jakarta–BSD demi Realisasi Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur
“Selama ini Singapura, Malaysia bahkan Thailand menikmati limpahan ekonomi dari jalur perdagangan yang sebenarnya bisa dikuasai Indonesia. Lewat pelabuhan ini, kita tidak sekadar menandingi Singapura, tapi mengubah arah arus perdagangan itu sendiri,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan agar pembangunan ini tak hanya menguntungkan pusat dan investor besar saja.
Menurutnya, perlu keterlibatan UMKM lokal, masyarakat pesisir, dan pemerintah daerah untuk memastikan proyek ini inklusif dan berkeadilan.
Baca Juga:
Pemicu Lompatan Pembangunan, MARTABAT Prabowo-Gibran Dukung KEK Sei Mangkei Sebagai Simbol Ekonomi Mandiri
“Jangan hanya Jakarta dan investor asing yang menikmati hasilnya. Pastikan Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau dan daerah-daerah sekitar mendapatkan manfaat ekonomi langsung. Karena di situlah letak keadilan pembangunan,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa Pelabuhan Kuala Tanjung merupakan bagian penting dari strategi nasional untuk merebut kembali posisi tawar Indonesia dalam perdagangan global.
Pemerintah menargetkan pembangunan terminal peti kemas berkapasitas hingga 25 juta TEUs per tahun, lengkap dengan fasilitas bongkar muat curah dan kawasan industri modern di sekitarnya.