Dalam perspektif Tohom, kawasan metropolitan seperti Mebidang membutuhkan ekosistem transportasi yang saling terkoneksi, aman, dan produktif, di mana pengemudi Ojol memegang peran vital sebagai penggerak logistik mikro dan transportasi antarwilayah.
“Tak hanya berkaitan dengan ride-hailing. Ini juga erat relevansinya dengan pembentukan kultur mobilitas perkotaan yang sehat dan inklusif,” tambahnya.
Baca Juga:
Menuju Kota Global Aglomerasi Jabodetabekjur yang 'Serba Cepat', MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Pembangunan Apartemen Dekat Stasiun MRT dan LRT Sangat Tepat
Finalisasi regulasi tersebut difasilitasi oleh Pemprov Sumut pada 3 Juni 2025, dan dihadiri langsung oleh perwakilan aplikator seperti Shopee, Gojek, Grab, Maxim, dan InDrive, serta unsur pengemudi.
Sejumlah institusi seperti Ditreskrimsus dan Ditintelkam Polda Sumut, Dinas Kominfo, KPPU, dan BPJS Ketenagakerjaan juga turut berperan dalam pembentukan regulasi ini.
Kepala Dinas Perhubungan Sumut, Agustinus Panjaitan, menjelaskan bahwa regulasi ini disusun melalui pembahasan panjang yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk kementerian teknis dan aparat penegak hukum.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Inovasi Publik Hadapi Masalah Sampah di Indonesia
Tujuan utamanya adalah menciptakan ekosistem transportasi online yang tertib, aman, dan berpihak pada keadilan sosial.
Menanggapi hal tersebut, Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menilai bahwa kebijakan tersebut merupakan sinyal kuat bahwa Sumatera Utara siap menjadi lokomotif aglomerasi regional berbasis keadilan sosial dan efisiensi digital.
“Jika daerah-daerah lain masih sibuk dengan wacana digitalisasi transportasi, Sumut sudah masuk tahap eksekusi. Ini model ideal yang patut direplikasi oleh kawasan metropolitan lain di Indonesia,” tegasnya.