Sumut.WAHANANEWS.CO, Medan - Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) resmi menetapkan regulasi baru terkait operasional ojek online (Ojol). Langkah ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk Dewan Pimpinan Pusat MARTABAT Prabowo-Gibran.
Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menyebut kebijakan ini sebagai terobosan penting yang mendukung percepatan pembangunan Kawasan Metropolitan Mebidang (Medan–Binjai–Deli Serdang).
Baca Juga:
Menuju Kota Global Aglomerasi Jabodetabekjur yang 'Serba Cepat', MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Pembangunan Apartemen Dekat Stasiun MRT dan LRT Sangat Tepat
“Regulasi operasional ojol ini bisa jadi fondasi awal dalam menciptakan sistem transportasi digital yang inklusif, adil, dan selaras dengan semangat pembangunan Mebidang sebagai simpul aglomerasi baru Indonesia,” ujar Tohom pada WAHANANEWS SUMUT, Sabtu (8/6/2025).
Tohom memuji lima poin utama yang tertuang dalam regulasi, mulai dari penetapan tarif dan potongan aplikator, pembukaan kantor perwakilan di Sumut, kewajiban transparansi promo, hingga perlindungan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan.
Menurutnya, kebijakan ini mengoreksi berbagai praktik eksploitatif terhadap pengemudi dan sekaligus menguatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan transportasi daring.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Inovasi Publik Hadapi Masalah Sampah di Indonesia
“Salah satu bentuk keberpihakan negara terhadap rakyat kecil adalah menciptakan regulasi yang mencegah perbudakan digital berkedok kemitraan,” tegas Tohom.
“Kita tidak boleh lagi membiarkan para pengemudi Ojol bekerja tanpa perlindungan hukum dan sosial.”
Langkah Pemprov Sumut juga dinilai sejalan dengan prinsip tata kelola aglomerasi modern yang berkelanjutan.
Dalam perspektif Tohom, kawasan metropolitan seperti Mebidang membutuhkan ekosistem transportasi yang saling terkoneksi, aman, dan produktif, di mana pengemudi Ojol memegang peran vital sebagai penggerak logistik mikro dan transportasi antarwilayah.
“Tak hanya berkaitan dengan ride-hailing. Ini juga erat relevansinya dengan pembentukan kultur mobilitas perkotaan yang sehat dan inklusif,” tambahnya.
Finalisasi regulasi tersebut difasilitasi oleh Pemprov Sumut pada 3 Juni 2025, dan dihadiri langsung oleh perwakilan aplikator seperti Shopee, Gojek, Grab, Maxim, dan InDrive, serta unsur pengemudi.
Sejumlah institusi seperti Ditreskrimsus dan Ditintelkam Polda Sumut, Dinas Kominfo, KPPU, dan BPJS Ketenagakerjaan juga turut berperan dalam pembentukan regulasi ini.
Kepala Dinas Perhubungan Sumut, Agustinus Panjaitan, menjelaskan bahwa regulasi ini disusun melalui pembahasan panjang yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk kementerian teknis dan aparat penegak hukum.
Tujuan utamanya adalah menciptakan ekosistem transportasi online yang tertib, aman, dan berpihak pada keadilan sosial.
Menanggapi hal tersebut, Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menilai bahwa kebijakan tersebut merupakan sinyal kuat bahwa Sumatera Utara siap menjadi lokomotif aglomerasi regional berbasis keadilan sosial dan efisiensi digital.
“Jika daerah-daerah lain masih sibuk dengan wacana digitalisasi transportasi, Sumut sudah masuk tahap eksekusi. Ini model ideal yang patut direplikasi oleh kawasan metropolitan lain di Indonesia,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya monitoring berkala dan keterlibatan aktif para pengemudi dalam proses evaluasi.
Menurutnya, partisipasi akar rumput adalah kunci keberhasilan regulasi berbasis kemitraan sejati.
“Kita tidak bisa menyerahkan sepenuhnya pada aplikator. Pemerintah harus hadir, tapi driver juga harus punya ruang untuk bersuara,” ujar Tohom.
Di sisi lain, KPPU memberi catatan agar tidak terjadi perang tarif antar-aplikator yang justru merugikan pengemudi.
Sementara itu, Ditlantas Polda Sumut dan Dinas Kominfo mewanti-wanti agar aspek jaminan sosial dan perlindungan data pengemudi tidak diabaikan oleh perusahaan.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]