Sumut.WAHANANEWS.CO - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran menyampaikan peringatan terkait wacana pembentukan Provinsi Tapanuli yang kembali mencuat di tengah masyarakat kawasan Otorita Danau Toba.
Pasalnya, wacana ini dinilai berisiko tinggi menimbulkan konflik horizontal dan memperuncing perbedaan identitas kultural serta kepentingan politik lokal.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Tekad PLN yang Akan Listriki 10 Ribu Desa
"Lebih baik masyarakat mendorong pembentukan tujuh kabupaten/kota baru dan 300 desa baru sebagai bagian dari strategi pembangunan akar rumput daripada terjebak dalam euforia pemekaran provinsi," kata Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, Rabu (28/5/2025).
Ketujuh kabupaten/kota yang diusulkan meliputi: Kabupaten Toba Utara, Kota Madya Balige, Kota Madya Siborong-Borong, Kabupaten Humbang Habinsaran (meliputi Kecamatan Garoga, Kecamatan Sipahutar, dan sekitarnya), Kota Madya Tarutung, Kabupaten Papatar (mencakup Kecamatan Pakkat, Parlilitan, dan Tara Bintang), serta Kota Madya Sidikalang.
Tohom menegaskan bahwa semangat otonomi daerah semestinya berfokus pada perbaikan tata kelola di tingkat lokal, bukan menambah beban administratif dan konflik elit melalui pembentukan provinsi baru.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Sosialisasi Masif Pemberdayaan Bank Sampah di Indonesia Perlu Digalakkan
Ia menilai, secara historis dan sosiopolitik, kawasan Danau Toba menyimpan kompleksitas yang harus dikelola secara hati-hati.
"Kita sedang berada di ambang perpecahan sosial jika narasi pemekaran provinsi dipaksakan. Solusi terbaik bukan membelah provinsi, tapi memperkuat struktur lokal agar lebih responsif terhadap kebutuhan rakyat," ujarnya.
Tohom menyebut, pendekatan pembangunan melalui pemekaran kabupaten/kota dan desa-desa baru justru akan lebih efektif dalam mengatasi ketimpangan infrastruktur dan mempercepat pelayanan publik.
Ia juga menyoroti bahwa rencana pemekaran 300 desa di seluruh kabupaten/kota baru tersebut akan menciptakan lebih dari 3.000 perangkat desa baru, sekaligus memicu tambahan dana Rp300 miliar dana desa.
Selain itu, pemerintah desa juga akan mendapat suntikan anggaran sebesar Rp5 miliar per desa untuk pembentukan Koperasi Merah Putih sebagai motor ekonomi lokal.
Menurut Tohom, strategi ini membuka peluang kerja lebih luas, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta menjangkau masyarakat pedalaman yang selama ini termarginalkan.
Tohom yang juga menjabat sebagai Ketua Aglomerasi Watch menambahkan bahwa pemekaran berskala mikro seperti pembentukan kabupaten dan desa adalah jawaban tepat terhadap keterbatasan fiskal dan sumber daya manusia yang selama ini menjadi kendala dalam pelayanan publik.
"Kita ingin menyederhanakan masalah, bukan menambahnya. Aglomerasi Danau Toba memerlukan tata kelola spasial yang bijak, bukan keputusan emosional berbasis romantisme masa lalu. Pembangunan harus berdasarkan data, bukan ambisi elite," tegasnya.
Ia juga menggarisbawahi bahwa pembentukan Provinsi Tapanuli berpotensi menimbulkan dualisme kepemimpinan dan menambah beban koordinasi antara pusat dan daerah.
Menurut Tohom, pembentukan provinsi baru hanya akan menambah biaya birokrasi dan belum tentu menyentuh kepentingan masyarakat akar rumput.
"Bicara soal efisiensi, tentu membentuk provinsi adalah pilihan mahal. Tapi membentuk kabupaten dan desa yang memang dibutuhkan masyarakat, itu konkret dan terukur," kata Tohom.
Sebagai solusi, Tohom mengusulkan peta jalan yang jelas menuju pembentukan tujuh kabupaten/kota baru di sekitar kawasan Otorita Danau Toba, dilengkapi dengan strategi penguatan kapasitas pemerintahan desa dan pengelolaan dana desa berbasis hasil evaluasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sebelumnya, wacana pembentukan Provinsi Tapanuli mencuat kembali seiring berakhirnya kebijakan moratorium pemekaran daerah yang diberlakukan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Beberapa pihak mendukung wacana ini dengan alasan historis dan percepatan pembangunan, mengingat wilayah yang direncanakan meliputi enam kabupaten/kota dengan potensi sumber daya alam dan pariwisata yang signifikan, seperti Tapanuli Utara, Toba Samosir, dan Samosir.
Namun, tantangan seperti keterbatasan infrastruktur, rendahnya kualitas pendidikan, dan minimnya fasilitas pendukung sektor unggulan membuat sebagian kalangan mempertanyakan efektivitas pemekaran provinsi sebagai solusi.
Dengan mempertimbangkan seluruh faktor tersebut, Tohom menegaskan kembali bahwa jalur yang lebih aman dan realistis untuk mempercepat pembangunan di kawasan Danau Toba adalah melalui penguatan struktur lokal, bukan pembentukan provinsi baru.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]