Ia juga menyoroti bahwa rencana pemekaran 300 desa di seluruh kabupaten/kota baru tersebut akan menciptakan lebih dari 3.000 perangkat desa baru, sekaligus memicu tambahan dana Rp300 miliar dana desa.
Selain itu, pemerintah desa juga akan mendapat suntikan anggaran sebesar Rp5 miliar per desa untuk pembentukan Koperasi Merah Putih sebagai motor ekonomi lokal.
Baca Juga:
PLN Butuh 3000 Triliun untuk Tambah Kapasitas Pembangkit, ALPERKLINAS: Akan Mudah Jika Didukung Semua Pihak
Menurut Tohom, strategi ini membuka peluang kerja lebih luas, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta menjangkau masyarakat pedalaman yang selama ini termarginalkan.
Tohom yang juga menjabat sebagai Ketua Aglomerasi Watch menambahkan bahwa pemekaran berskala mikro seperti pembentukan kabupaten dan desa adalah jawaban tepat terhadap keterbatasan fiskal dan sumber daya manusia yang selama ini menjadi kendala dalam pelayanan publik.
"Kita ingin menyederhanakan masalah, bukan menambahnya. Aglomerasi Danau Toba memerlukan tata kelola spasial yang bijak, bukan keputusan emosional berbasis romantisme masa lalu. Pembangunan harus berdasarkan data, bukan ambisi elite," tegasnya.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo–Gibran: Tol JORR-E Akan Memicu Dinamika Baru Ekonomi Aglomerasi Jabodetabekjur
Ia juga menggarisbawahi bahwa pembentukan Provinsi Tapanuli berpotensi menimbulkan dualisme kepemimpinan dan menambah beban koordinasi antara pusat dan daerah.
Menurut Tohom, pembentukan provinsi baru hanya akan menambah biaya birokrasi dan belum tentu menyentuh kepentingan masyarakat akar rumput.
"Bicara soal efisiensi, tentu membentuk provinsi adalah pilihan mahal. Tapi membentuk kabupaten dan desa yang memang dibutuhkan masyarakat, itu konkret dan terukur," kata Tohom.