SUMUT.WAHANANEWS.CO - Dunia pendidikan di Deliserdang kembali tercoreng dengan kasus yang menghebohkan: SMK Bima Utomo BS di Jalan Ampera Desa Sidodadi Kecamatan Batangkuis, Kabupaten Deli Serdang, "mengusir" siswa dengan memberikan surat pengunduran diri kepada siswa berinisial FI. Pertanyaan besar pun muncul: apakah sering tidak hadir di PKL adalah pelanggaran yang seberat itu, hingga harus "mengusir" siswa?
Orang tua FI, Mardiansyah, mengaku mendapatkan surat pengunduran diri dari sekolah anaknya. Mardiansyah menyatakan bahwa anaknya memang tidak masuk selama dua minggu dari dua bulan melaksanakan PKL yang ketiga, padahal anaknya masih berkeinginan untuk bersekolah lagi agar dapat menimba ilmu. Namun, sekolah seolah-olah tidak memberikan lagi kesempatan bagi FI untuk memperbaiki kesalahannya.
Baca Juga:
Banjir di Perumahan Bimer Regency 4, Air Masuk dari Celah Keramik
Wali kelas FI, Emalia, membenarkan bahwa dirinya yang memberikan surat pengunduran diri tersebut. Alasannya? FI konon melanggar aturan dengan sering tidak hadir melaksanakan PKL di tiga lokasi PKL siswa tersebut. Namun, Emalia tidak dapat menunjukkan aturan SOP di sekolah yang membenarkan pemberian surat pengunduran diri kepada siswa yang melanggar aturan.
"Sebentar ya pak, saya bicarakan ke bidang akademik, karena dia menyangkut tentang ujian karena dia tidak ikut ujian," ungkapnya, Kamis (31/10/2024).
Pertanyaan yang muncul: Apakah sering tidak hadir di PKL adalah pelanggaran yang seberat itu? Apakah tidak ada upaya lain untuk menyelesaikan masalah ini selain "mengusir" siswa? Apakah komunikasi dengan orang tua FI sudah optimal?
Baca Juga:
Siswi Berprestasi Asal Deli Serdang Akan Hadiri Puncak Peringatan HAN di Papua
Emalia mengklaim bahwa komunikasi dengan orang tua FI selalu terjalin, bahkan orang tua FI sering datang ke sekolah. Namun, apakah komunikasi tersebut efektif? Jika komunikasi sudah terjalin, mengapa sekolah tidak memberikan kesempatan bagi FI untuk memperbaiki kesalahannya?
Kasus ini menunjukkan bahwa SMK Bima Utomo BS diduga tidak transparan dan tidak memiliki SOP yang jelas dalam menangani kasus pelanggaran siswa. Sekolah terkesan semena-mena dengan "mengusir" siswa tanpa memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperbaiki kesalahannya.
Kejadian ini menjadi bukti nyata bahwa dunia pendidikan di Deliserdang masih memiliki banyak masalah. Sekolah harus lebih transparan dan bertanggung jawab dalam menangani kasus pelanggaran siswa. Hak-hak siswa harus dijaga dan sistem pendidikan harus lebih adil.
Semoga kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama bagi sekolah, agar lebih bijak dalam menangani masalah siswa.
[Redaktur : Hadi Kurniawan]