SUMUT.WAHANANEWS.CO - Soal SMK Bima Utomo BS "usir" siswa dengan memberikan surat pengunduran diri ke orang tua murid, Ketua BPH Peradi Deliserdang, Dedi Suheri angkat bicara. Sekolah seharusnya menjadi benteng bagi anak-anak bangsa, tempat mereka dibentuk menjadi individu yang berakhlak mulia dan cerdas. Namun, realita di lapangan menunjukkan bahwa sekolah justru menyerah pada tugasnya. Alih-alih memberikan pembinaan, sekolah dengan mudah "mengusir" siswa yang dianggap tidak disiplin atau tidak sesuai dengan standar mereka.
"Orang tua yang menitipkan anak-anaknya ke sekolah tentu berharap agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan terbaik. Mereka menyerahkan masa depan anak-anak mereka ke tangan para pendidik, dengan keyakinan bahwa sekolah akan membimbing anak-anak mereka menuju jalan yang benar. Namun, apa yang terjadi? Sekolah menyalahkan siswa dan menghukum mereka dengan "mengusir" mereka dari lingkungan pendidikan, dengan cara meminta untuk mengundurkan diri siswa tersebut," ujar Dedi Suheri, Jumat (1/11/2024).
Baca Juga:
Kementerian Keuangan Ajar Keuangan untuk Anak-Anak di Kecamatan Ponelo Kepulauan Gorontalo
"Kegagalan seorang siswa dalam mencapai standar sekolah bukanlah sepenuhnya kesalahan siswa. Sekolah dan guru-guru memiliki tanggung jawab yang besar dalam membentuk karakter dan kemampuan siswa," imbuhnya.
Jika siswa tidak disiplin atau tidak menjadi anak didik yang baik, pertanyaan besarnya adalah: Dimanakah peran sekolah dan guru dalam mendidik mereka?
Sambung Dedi menjelaskan, sekolah bukanlah tempat untuk mengusir siswa yang dianggap tidak sesuai. Sekolah bertugas untuk membina dan mendidik semua siswa tanpa memandang latar belakang atau kemampuan mereka.
Baca Juga:
Dindikbud Cilegon Serahkan Beasiswa kepada 1.674 Peserta Didik Kurang Mampu
"Dengan 'mengusir' siswa hanya akan menunjukkan kegagalan sekolah dalam menjalankan tugasnya," tegasnya.
Terang Dedi, Dinas Pendidikan sebagai lembaga yang mengawasi dan mengevaluasi sekolah, harus bertindak tegas dalam kasus ini. Sekolah yang dengan mudah "mengusir" siswa harus diperiksa dan dievaluasi secara menyeluruh.
"Sistem pendidikan yang menghukum siswa dengan 'mengusir' mereka harus diubah," terangnya.
"Harapan kita tertuju kepada Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara untuk melakukan evaluasi terhadap sekolah-sekolah yang mengusir siswa dengan mudah. Sekolah harus bertanggung jawab atas kegagalan mereka dalam mendidik siswa. Mengusir siswa bukanlah solusi, pembinaan dan pendidikan yang tepat adalah jawabannya," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan Orang tua FI, Mardiansyah, mengaku mendapatkan surat pengunduran diri dari sekolah anaknya. Mardiansyah menyatakan bahwa anaknya memang tidak masuk selama dua minggu dari dua bulan melaksanakan PKL yang ketiga, namun anaknya masih berkeinginan untuk bersekolah agar dapat menimba ilmu. Namun, sekolah seolah-olah tidak memberikan kesempatan bagi FI untuk memperbaiki kesalahannya.
Wali kelas FI, Emalia, membenarkan bahwa dirinya yang memberikan surat pengunduran diri tersebut. Alasannya? FI konon melanggar aturan dengan sering tidak hadir melaksanakan PKL di tiga lokasi PKL siswa tersebut. Namun, Emalia tidak dapat menunjukkan aturan SOP di sekolah yang membenarkan pemberian surat pengunduran diri kepada siswa yang melanggar aturan.
"Sebentar ya pak, saya bicarakan ke bidang akademik, karena dia menyangkut tentang ujian karena dia tidak ikut ujian," ungkapnya, Kamis (31/10/2024).
Pertanyaan yang muncul: Apakah sering tidak hadir di PKL adalah pelanggaran yang seberat itu? Apakah tidak ada upaya lain untuk menyelesaikan masalah ini selain "mengusir" siswa? Apakah komunikasi dengan orang tua FI sudah optimal?
Emalia mengklaim bahwa komunikasi dengan orang tua FI selalu terjalin, bahkan orang tua FI sering datang ke sekolah. Namun, apakah komunikasi tersebut efektif? Jika komunikasi sudah terjalin, mengapa sekolah tidak memberikan kesempatan bagi FI untuk memperbaiki kesalahannya?
Kasus ini menunjukkan bahwa SMK Bima Utomo BS diduga tidak transparan dan tidak memiliki SOP yang jelas dalam menangani kasus pelanggaran siswa. Sekolah terkesan semena-mena dengan "mengusir" siswa tanpa memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperbaiki kesalahannya.
Kejadian ini menjadi bukti nyata bahwa dunia pendidikan di Deliserdang masih memiliki banyak masalah. Sekolah harus lebih transparan dan bertanggung jawab dalam menangani kasus pelanggaran siswa. Hak-hak siswa harus dijaga dan sistem pendidikan harus lebih adil.
Semoga kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama bagi sekolah, agar lebih bijak dalam menangani masalah siswa.
[Redaktur :Hadi Kurniawan]