WahanaNews.co I Aksi demonstrasi aliansi Gerak Tutup TPL
di ikuti ratusan kaum Ibu Ibu ini (Inang Inang) di Kantor Bupati Toba, dan
Gedung DPRD Toba, kemarin Selasa (29/06/2021).
Baca Juga:
Bupati Pakpak Bharat Terima Bantuan Taman Dancing Fountain dari PT. TPL
Kaum ibu mengenakan pakaian adat tradisional, khas Batak. Selendang
yang disebut ulos, biasanya kira-kira sepanjang lebih 2 meter, menggantung di
bahu. Satu ujung ulos menjuntai ke depan, satu ujung lainnya ke bagian belakang tubuh. Sebagian
ibu mengenakan sarung, menutupi bagian perut dan pinggang ke kaki. Sebagian
lainnya, mengenakan celana Panjang.
Ibu Rusmiana Boru Sibarani, warga Huta Natumingka, Kabupaten
Toba ikut di antara ibu-ibu itu. Rusmiana adalah anggota masyarakat adat
Natumingka, yang menjadi korban kekerasan pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL),
pada 18 Mei 2021.
Baca Juga:
PT TPL Sektor Habinsaran Berikan 30.000 Bibit Kopi dan Adakan Pelatihan
Akibat kekerasan berupa pemukulan menggunakan kayu dan balok
itu, 12 orang warga yang mengalami luka-luka. Dan pihak TPL mengklaim, dua
pekerjanya mengalami luka juga. Warga
yang menjadi korban adalah Jusman Simanjuntak (76 tahun, Ompu Leo), Jepri
Tambunan (34 tahun), Swardi Simanjuntak (28 tahun), Ricard Simanjuntak (21
tahun), Samson Hutagaol (34 tahun), Hasiholan Hutapea (38 tahun), Hisar
Simanjuntak (56 tahun), Setio Minar br Simanjuntak (56 tahun), Tiurlan br
Sianipar (45 tahun), Nursita br Simanjuntak (35 tahun), Sabar Sitorus, dan
Agustin simamora (26 tahun).
Rusmiana, hadir dan ikut berdialog lesehan atau duduk
bersila dengan Bupati Toba Poltak
Sitorus, di halaman parker kantor Pemkab Toba, Selasa sore. Rusmiana menegaskan
kepada bupati supaya serius atas tuntutan warga, menutup TPL dan mengembalikan
tanah adat warga.
"Jangan cuma mengiyakan saja semua tuntutan, namun harus ada
tindakan yang serius di lakukan oleh bupati," kata Rusmiana.
Menurut catatan Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Tano Batak,
dan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), terdapat 23
komunitas masyarakat adat di Kawasan Danau Toba yang konflik agrarian kontra PT
TPL.
Tiurlina br Sianipar, juga seorang ibu, menimpali, "Kami
sudah lansia, namun kami harus mewariskan tanah adat kami kepada anak-anak kami
kelak. Jadi tanah adat kami harus cepat diakui oleh pemerintah, diakhiri dengan
kata Tutup TPL," ujarnya.
Sejak pukul 10.00 WIB hingga sore, kemarin, sekira 300 warga
mengatasnamakan Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup TPL, berunjuk rasa ke
Kantor Bupati dan Gedung DPRD Toba di Balige.
Pengunjuk rasa menjalankan protokol Kesehatan mengenakan
masker dan menjaga jarak.
Koordinator lapangan Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup
TPL antara lain Benget Sibuea, Jhontoni Tarihoran, Sammas Sitorus dan Rikardo
Pangaribuan, bergantian menyampaikan tuntutan kepada bupati, yang intinya
menyerukan "Tutup TPL".
Bupati Toba Poltak Sitorus menjawab dua ibu itu. "Kita
tetap juga mengayomi, mengarahkan mana yang terbaik supaya keinginan rakyat itu
bisa terpenuhi. Tentunya harus kita mengikuti aturan dan peraturan sesuai
dengan aturan hukum," kata Bupati.
Bupati berharap agar masyarakat tetap bersabar dan
mengutamakan hukum dalam proses pengesahan tanah ulayat yang menjadi salah satu
tuntutan para demonstran.
"Kami minta kepada masyarakat agar jangan dahulukan
kekuatan. Kita dahulukan hukum. Bagaimana prosesnya sudah kita kasih
tahu," kata Poltak.
Ia juga menuturkan dua hal upaya yang harus dilakukan pihak
pemerintah bersama masyarakat untuk melegalkan tanah ulayat tersebut.
"Ada proses hukum untuk selama ini yang mereka idamkan
yakni tanah adat dengan ada dua proses;
satu melalui TORA (tanah obyek reforma agrarian) dan yang kedua melalui
penetapan masyarakat adat," jelasnya.
"Kita minta agar masyarakat adat mengikuti proses ini.
Kami bukannya berlama-lama, kita sedang memproses ini. Kita butuh waktu. Mohon
pemahamannya supaya kita jangan salah melangkah. Percayalah, pemerintah
berpihak kepada masyarakat. Akan kami lakukan apa yang bisa kami lakukan,"
ujar bupati.
Ia juga mengapresiasi para demonstran yang sudah
menyampaikan tuntutannya di halaman Kantor Bupati Toba.
Mengenai Tanah Objektif Reforma Agraria (TORA), Sekretaris
Daerah Kabupaten (Sekdakab) Toba Audi Murphy Sitorus memberi penjelasan. Ia juga menyinggung keberadaan Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara dalam pergolakan antara masyarakat adat Natumingka
dengan pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL).
"Tahap ini sedang persiapan persyaratan-persyaratan
yang dibutuhkan oleh masyarakat hukum adat tersebut. Jadi kira sudah
menyampaikan agar didampingi AMAN untuk menyusun sejarah, entah itu keberadaan
masyarakat adat tersebut itu," kata Audi.
"Kalau mereka sampaikan sudah siap untuk
diverifikasi, nanti tim kita akan ditugaskan Pak Bupati untuk turun ke
lapangan," ujarnya. (tum)