SUMUT.WAHANANEWS.CO - Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Kualuh Hulu, Kabupaten Labura, Sumatera Utara, menarik perhatian karena biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) yang terbilang tinggi, setara dengan sekolah swasta. Meskipun telah beroperasi selama dua tahun dan telah mengurangi biaya SPP dari Rp 160.000 menjadi Rp 85.000 per bulan, sekolah ini menghadapi tantangan serius akibat minimnya bantuan dari pemerintah.
Kepala Sekolah SMKN 1 Kualuh Hulu, Eva Saragih, mengungkapkan bahwa sejak tahun 2023, sekolah belum menerima dana bantuan pemerintah, termasuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kondisi ini memaksa sekolah untuk mengandalkan SPP dari 213 siswa yang terdiri dari 103 siswa laki-laki dan 110 siswi di jurusan Agribisnis Tanaman Perkebunan dan Jaringan Komputer.
Baca Juga:
Tragedi Pasien Kecelakaan Lalu Lintas: Kehilangan Nyawa Setelah Dipulangkan dari Puskesmas Aekkanopan
"Dengan enam ruang kelas yang tersedia, dana SPP digunakan untuk operasional sekolah dan honor guru. Dari 20 tenaga pengajar, hanya dua yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), sisanya tenaga honorer," ujarnya.
Ardiansyah Ritonga, mantan Pelaksana Tugas Kepala Sekolah SMKN 1 Kualuh Hulu, membenarkan bahwa sebelumnya SPP mencapai Rp 160.000 per bulan. Ia mengaku tidak mengetahui penurunan biaya SPP menjadi Rp 85.000.
Minimnya bantuan pemerintah dan tingginya biaya SPP yang setara dengan sekolah swasta menimbulkan pertanyaan tentang akses pendidikan yang layak bagi siswa di SMKN 1 Kualuh Hulu. Sekolah berharap pemerintah segera memberikan perhatian dan solusi atas permasalahan ini.
Baca Juga:
Bupati Hendriyanto Sitorus Hadiri Syukuran dan Santunan Kaum Dhuafa di Persulukan Tuan Guru Air Hitam
Menurut salah satu orang tua siswa yang enggan namanya disebutkan mengaku bahwa uang operasional sekolah ditetapkan.
"Awal pendaftaran orang tua siswa mengisi formulir kemampuan orang tua siswa untuk membantu operasional sekolah tiap bulannya, namun realisasinya ditetapkan berapa yang harus dibayarkan," ungkap salah satu orang tua siswa yang namanya narasumber disamarkan.
[Redaktur:Hadi Kurniawan]