WahanaNews-Sumut | Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada pejabat daerah/kepala desa salah satu contoh bahwa dana desa masih rentan untuk diselewengkan.
Hal itu dikatakan Lamhot Silaban ketua DPC SPRI Tapanuli Utara, saat bincang-bincang terkait penggunaan Dana Desa (DD) di Kecamatan Siborongborong, Kamis, (20/01/2023).
Baca Juga:
Hakim Konstitusi Dr Daniel Yusmic Foekh SH M.Hum berikan ceramah Hukum
Lamhot menilai, proses penyaluran dana desa yang harus melewati pemerintahan kabupaten/kota menjadi salah satu faktor besarnya potensi penyelewengan.
Oleh sebab itu menurut Lamhot pemerintah seharusnya bisa memotong jalur pendistribusian sehingga DD bisa langsung diterima di Rekening Kas Desa (RKD).
“Dananya mampir dulu di rekening keuangan daerah maka hati-hati ketika kepala daerah, bupati/walikota udah mulai cawe-cawe nih, nanti dia bisa tuh camat dikondisikan, kepala daerah dipaksa, makanya kalau buat saya agak sedikit radikal, langsung ke RKD sehingga makin panjang makin besar peluang intervensinya,” kata Silaban di Tarutung, Jumat (20/01/2023).
Baca Juga:
Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin Milik Takim CS Seakan akan Kebal Hukum
Selain itu, menurut Silaban, jabatan kepala desa bagaimanapun bermuatan politis walaupun di tingkat pedesaan itu sendiri.
Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Kepala Desa menjabat selama 6 tahun dan bisa tiga periode berturut-turut.
Ini berarti seorang Kepala Desa bisa menduduki jabatan selama 18 tahun, Lamhot Silaban mengaku khawatir hal ini bisa menimbulkan terjadinya politik dinasti di pedesaan.
“UU Desa luar biasa, ini boleh tiga kali 6 tahun, berarti 18 tahun, bisa jadi dinasti tuh, ntar anaknya tuh, anaknya cucu nya tuh, sudah gitu perangkat desa dikontrol sama kepala desa,” ujar Lamhot. [tum]