Negara dilahirkan dan dimerdekakan Masyarakat Hukum Adat (MHA) seharusnya tidak boleh menyakiti, menganyaya, merampas, merampok hak keperdataan tradisional diwarisi turun-temurun ratusan tahun sebelum merdeka seperti "anak durhaka" yang tega mengkhianati ibu yang melahirkannya.
Muncul hukum jaring laba-laba, hukum tebang pilih, hukum tajam ke bawah tumpul ke atas, pasal karet dan multitafsir, kebal hukum, politisasi hukum, dll akibat tarik-menarik kepentingan politik kontemporer insidental menimbulkan pertanyaan "QUOVADIS INDONESIA PASCA 76 TAHUN MERDEKA...???".
Baca Juga:
Mama Dada Mu Ini Dada Ku
Peraturan perundang-undangan (UU, Perda) bersifat sektarian-primordial (Syariah dan darah) bermunculan bagaikan jamur di musim hujan pasca bergulirnnya reformasi 1998 membuat republik ini semakin dipersimpangan jalan dan tak jelas arah berhukumnya.
Pertanyaan itu amat sangat relevan mengingat perjalanan negeri ini disesaki dinamika, romantik, pernak-pernik tarik- menarik kepentingan politik membuat dada sesak, kecemasan, kekhawatiran akan timbul potensi ancaman laten keutuhan bangsa dan survival negara dari reinkarnasi orang dan/atau kelompok masih ingin mencari bentuk negara mengganti, merubah yang telah disepakati para putera-puteri terbaik berjiwa negarawan sejati yang mendahulukan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan individu, kelompok, golongan, partai politik sebagaimana dipertontonkan akhir-akhir ini.
Keinginan kuat Majelis Permusyawaratan Rakya Indonesia (MPR RI); DPR RI dan DPD RI melakukan Amandemen ke V UUD RI 1945 secara terbatas yang disampaikan pada Sidang MPR RI 16 Agustus 2021 terutama meletakkan Pedoman Penyelenggaraan Negara Republik Indonesia (PPNRI) atau apapun namanya harus bisa menjawab pertanyaan "QUOVADIS INDONESIA PASCA 76 TAHUN MERDEKA..???" agar bangsa ini memiliki "Peta Jalan (Rod Map)" untuk minimal 50 tahun ke depan agar negeri tidak berkutat pada debat kusir tak produktif.
Baca Juga:
Perseteruan Kandidat Penghuni Sorga
Dengan adanya "Peta Jalan (Rod Map)" jelas, tegas, dan terang-benderang maka suksesi kepemimpinan nasional (presiden-red) siapapun presiden terpilih tidak sesuka hati, sesuai selera, seenak perut membuat visi-misi tak sesuai konstitusi dan Pedoman Penyelenggaraan Negara Republik Indonesia telah disefakati seluruh anak bangsa.
Kesinambungan pembangunan, baik fisik maupun non fisik dari satu rezim pemerintahan ke rezim pemerintahan akan terjamin berlangsung dengan semestinya.
Pemikiran cerdas, brilian, jenial Bung Karno dalam Ajaran TRI SAKTI; Berdaulat dalam politik, Berkepribadian dalam kebudayaan, Berdiri Diatas Kaki Sendiri (Berdikari) dalam ekinomi, membangun dan mewujudkan INDONESIA RAYA, INDONESIA HEBAT, INDONESIA MAJU, INDONESIA ADIDAYA perlu dijabarkan dalam langkah-langkah konkrit, terencana, terprogram, terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan.