Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini mengatakan bahwa keberhasilan operasi semacam ini bisa dijadikan prototipe nasional, khususnya bagi wilayah-wilayah aglomerasi strategis yang rentan terhadap bencana iklim.
Ia mendorong agar pendekatan yang sama diterapkan secara simultan di wilayah lain seperti Kalimantan Tengah, Riau, dan Papua Barat, di mana ancaman karhutla juga meningkat tiap tahun.
Baca Juga:
Karhutla di Tapian Nauli, BPBD Tapteng Gerak Cepat Padamkan Api
“Mitigasi iklim tak bisa diserahkan hanya kepada satu instansi. Diperlukan orkestrasi kelembagaan yang solid, dari BMKG, pemda, TNI AU, hingga lembaga pengawasan publik,” tambahnya.
Sebelumnya, BMKG melalui Deputi Modifikasi Cuaca Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa operasi penyemaian awan dilakukan sejak 26 hingga 31 Juli 2025, menggunakan lima sorti pesawat Casa 212 dengan total 3.300 kg NaCl.
Operasi ini mencakup wilayah-wilayah rawan karhutla di sekitar Danau Toba seperti Simalungun, Toba, Samosir, Dairi, Asahan, dan Pulau Samosir.
Baca Juga:
BPBA dan BNPB Lakukan Pemadaman Udara Karhutla Aceh Selatan Seluas 77 Hektare
Hujan yang berhasil diturunkan di kawasan target diharapkan dapat membasahi lahan gambut, menambah cadangan air, serta menurunkan potensi titik api.
Operasi ini didukung penuh oleh Pemprov Sumatera Utara dan sejumlah instansi, termasuk Skadron Udara 4 Abdulrachman Saleh, Airnav Indonesia, dan Angkasa Pura II.
Menurut BMKG, intervensi ini sangat mendesak mengingat analisis menunjukkan bahwa Juli–Agustus merupakan puncak musim kemarau di wilayah Toba.