WahanaNews.co I Panitia Kerja (Panja) pemberantasan
mafia pertanahan Komisi II DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera
Utara, Kamis (17/06/2021).
Baca Juga:
Warga Lingkar Tambang Sampaikan Aspirasi ke DPRD Dairi, Minta PT DPM Segera Beroperasi
Kujungan ini, untuk merespon sejumlah persoalan tanah
terkait keberadaan perusahaan yang ada di Kabupaten Dairi. Seperti PT Dairi
Prima Mineral (DPM) di Kecamatan Silima Pungga-Pungga dan PT Gunung Raya Timber
Industri (Gruti) di Kecamatan Sumbul dan Parbuluan Kabupaten Dairi.
Baca Juga:
PT DPM Bantu Normalisasi, Sawah Warga Bongkaras Dairi Kembali Dapat Dikelola
Panja Komisi II DPR RI gelar rapat dengar pendapat dengan
Wakil Gubernur Sumut Musa Rajeksah, Kapolda Sumut Irjen Pol Panca, Kajati Sumut
IBN Wiswantanu, Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, Dadang
Suhendi, Wakil Bupati Dairi Jimmy Sihombing, Wakil Bupati Simalungun Jonny
Waldi, Kapolres Simalungun AKBP Agus Waluyo, Kapolres Dairi AKBP Ferio Sano
Ginting, dan dari pihak PT Dairi Prima Mineral (PT DPM).
Rapat dengar pendapat tersebut digelar di aula Tengku Rizal
Nurdin, Medan.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, yang juga Ketua
Panja pada kesempatan itu mengingatkan agar PT DPM meletakkan gudang bahan
peledak jauh dari permukiman warga.
Junimart menyebut, sepengetahuannya, gudang yang dibangun
saat ini tak jauh dari permukiman, sehingga keberadaan gudang peledak punya
dampak membahayakan bagi masyarakat.
"Silahkan dibangun di kawasan hutan, jauh dari permukiman," kata Junimart.
Hal tersebut sangat penting, apalagi lokasi tambang berada
di patahan Renun-Bahorok yang sangat
rawan gempa.
Kemudian, Junimart juga menyinggung ganti rugi lahan
masyarakat yang tak kunjung tuntas, dan mengkritisi upaya pembatasan dari PT
DPM terhadap warga yang ingin ke lahan pertaniannya serta kerusakan jalan
Sidingkalang-Parongil, yang juga digunakan oleh PT DPM.
"Bagaimana mungkin PT DPM bicara kesejahteraan rakyat,
sedangkan jalan sidikalang-parongil hancur-hancuran?," ujar legislator dari PDI
Perjuangan itu.
Junimart mengingatkan perusahaan penambang seng dan timah
hitam itu, tidak boleh beroperasi karena analisa mengenai dampak lingkungan (amdal)
belum selesai.
"Saya mendukung keberadaan investasi. Tetapi kepentingan
masyarakat mesti saya utamakan," tandas mantan pengacara kondang itu.
Ia juga menyebut, banyak laporan warga sampai ke gedung senayan
terkait PT DPM.
Amdal Milik Publik Harus Transparan
Sementara itu, Endro Suswantoro Yahman anggota DPR dari
Komisi II Fraksi PDI Perjuangan mengingatkan, bahwa amdal harus terbuka dan mesti transparan.
"Amdal adalah dokumen milik publik," tandas Endro.
Ditambahkannya, perusahaan juga harus mengkaji dampak sosial
dari kehadiran perusahaan itu sendiri. Mengingat sistem tambang menerapkan under
ground mining, masyarakat wajib tahu seputar kegiatan.
Senada dengan itu, anggota DPR Nasril Djamil dari fraksi PKS
mengatakan, sangat tidak masuk akal menolak kunjungan anggota DPR RI, Junimart
ke PT DPM. Dewan berpendapat, hak-hak rakyat mesti dipenuhi.
"Junimart yang punya nama besar dan mantan pengacara ditolak
PT DPM. Bagaimana lagi rakyat?"ujar Djamil.
"Itu adalah kewajiban konstitusional untuk melihat situasi
dan kondisi yang ada di daerah pemilihan. Tanpa ada surat bisa melakukan
kewajiban konstitusional," tambah Djamil.
Sementara itu Kapolda Sumatera Utara Irjen Panca Simanjuntak
mengingatkan, PT DPM jangan beroperasi sebelum amdal selesai.
"Kalau itu dilakukan, akan berhadapan dengan hukum," kata
Kapolda.
Sedangankan Wakil Bupati Dairi, Jimmy Sihombing juga mengungkapkan, dirinya belum pernah menerima audiensi manejemen PT DPM.
Ia meminta melalui Komisi II DPR RI, agar adendum amdal yang
dibahas 27 Mei 2021 diulang lagi oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan
Hidup.
Ia mengatakan, pemegang hak ulayat marga Sambo, Pardosi dan
lainnya tidak dilibatkan dalam pembahasan.
Pihak manajemen PT DPM, Muhammad Arie Herdianto memberi
tanggapan, siap bekerja sesuai aturan yang ada di negara Indonesia. (tum)