Gelar Ompui sebelumnya hanya disematkan pada
Si Singamangaraja, tokoh yang dihormati di kalangan Batak tradisional. "Dua
orang tokoh besar yang mendapat tempat yang istimewa ini justru masing-masing
amat berbeda pendiriannya," tulis A. Sibarani dalamPerjuangan Pahlawan
Nasional: Sisingamangaraja XII.
Nama Nommensen juga diabadikan menjadi
universitas terkemuka di kota Medan dan Pematang Siantar.Batakmissionyang
dirintisnya telah melembaga menjadi gereja HKBP (Huria Kristen Batak
Protestan), yang kini menjadi gereja etnis dengan jemaat terbesar di Asia
Tenggara (4.5 juta anggota).
Baca Juga:
Maruli Siahaan Hadiri Rapat Paskah Raya HKBP Wilayah II Tahun 2025 di Medan
Menurut Jan Sihar Aritonang, seiring
sejalannya misi penginjilan Nommensen dengan penetrasi kolonialisme harus
dilihat dari konteks zamannya. Nommensen merupakan produk Jerman abad ke-19.
Dalam kurun waktu tersebut, negeri-negeri Eropa dilanda kemajuan peradaban.
Baca Juga:
Konflik Antara Masyarakat Adat dengan PT TPL, Ephorus HKBP: Hak-hak Rakyat Harus Dipulihkan
"Abad Kristen, abad penginjilan, disebut juga
abad pencerahan. Dan bisa dikatakan pula sebagai abad superioritas, karena di
masa itu lah puncak kejayaan bangsa-bangsa Eropa; puncak kolonialisme," kata
Aritonang yang merupakan Guru Besar Sekolah Tinggi Teologia (STT) Jakarta
kepadaHistoria.
"Nommensen adalah anak zamannya," pungkasnya. (tum/Historia)