"Danau bukan danau kita, hutan bukan hutan kita, Izin bukan izin kita, tidak ada izin pertambangan di kabupaten Samosir. Kita tidak ada perkebunan, tidak ada yang lain, kita kebanyakan hanya menjadi petani biasa, lantas darimana PAD yang kita harapkan agar besar," ujar Pantas.
Pantas menambahkan sama halnya dengan adanya pembangunan pelabuhan Ambarita dan pelabuhan Simanindo, tidak ada PAD ke kabupaten Samosir dari ke dua pelabuhan tersebut. Kapal penyeberangan pemerintah propinsi yang menangani semua, bagi hasil pajak permukaaan, kabupaten Samosir hasilnya lebih kecil.
Baca Juga:
DPRD Surabaya Dukung Peningkatan Fungsi Balai RW oleh Pemkot Surabaya
Walaupun kabupaten Samosir yang lebih luas danau-nya, menurutnya mungkin kabupaten lain lebih besar mendapat pajak permukaaan air danau toba.
"Ada nggak saham kita di ASDP di pelabuhan Ambarita, ada nggak saham kita di PT PSU yang di pelabuhan penyeberangan Simanindo, tidak ada kan? tapi mungkin saham dari kabupaten/kota yang lain ada. Jadi bagaimana kita mau menaikkan PAD kabupaten Samosir?" tambah Pantas yang juga pegiat dalam membangun kepariwisataan di Samosir.
Pantas Maroha menyampaikan agar bersama-sama dapat memahami situasi tersebut. Berharap pada tokoh masyarakat, media dan LSM agar mengerti keadaan yang ada.
Baca Juga:
DPRD Kabupaten Balangan Gelar FGD Penyusunan Rencana Kerja Tahun 2025 di Banjarmasin
“Jika hanya berharap dengan anggaran PAD yang Rp 80 Milliar namun realisasi cuma Rp 50 Milliar, uang dari mana bisa membangun semua,” tuturnya.
"Dana untuk proyek Water frontcity jika digunakan membangun infrastruktur jalan lingkar Samosir nggak perlu semua. Setengah biaya kesitu sudah cukup dan sudah tuntas jalan tersebut. Jalan yang parah itu kan tinggal 18 KM lagi," terangnya.
Dijelaskan pula, apabila masyarakat Janji Raja Holbung akan ke ibu kota kabupaten Samosir Pangururan, dari mana jalan mereka? Jika ke Pangururan masyarakat akan mengeluarkan biaya Rp 200.000,- untuk sewa kapal danbecak.