WahanaNews.co Pemerintah Pov. DKI Jakarta tidak
mengedepankan azas keadilan kepada masyarakat berkaitan dengan pemberian Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB).
Baca Juga:
Prabowo Tampil Berwibawa di Mata Dunia, Anies: Lawatan Internasional Sangat Produktif!
Untuk mengejar Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Ibu Kota, lokasi
tanah masyarakat yang masuk dalam peta RTH dalam Perda No. 1 Tahun 2014 tentang
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi DKI Jakarta, tidak diberikan
ijin oleh Pemda DKI Jakarta untuk dibangun rumah tempat tinggal apalagi tempat
usaha. Disi lain, masyarakat yang membangun di zona permukiman dan melanggar
IMB tidak diberikan sanksi hukum yang tegas.
Demikian dijelaskan Sekjend LSM Gemitra, Alpredo, SH, kepada
WahanaNews.co menanggapi banyaknya bangunan tidak sesuai perijinan yang
lepas dari penindakan selama masa pandemi Covid-19, serta serapan anggaran Satuan Polisi Pamong
Praja (Satpol PP) Kota Adm. Jakarta Selatan Tahun Anggaran (T.A) 2020.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
Dia menambahkan, sesuai Undang-Undang No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah mengamanatkan bahwa
jumlah RTH Kota minimal 30 % dari luas wilayah Kota tersebut. Sementara DKI
Jakarta sampai saat ini RTH nya masih baru mencapai 9,9 % dari luas wilayah.
Artinya masih jauh dari harapan.
Atas dasar itu tanah atau lahan kosong milik masyarakat Jakarta
yang terkena peta RTH Perda No. 1 Tahun 2014 hanya boleh dimanfaatkan untuk
ditanami tanam-tanaman dan pepohonan. Tidak boleh dibangun tempat tinggal
apalagi tempat usaha.
Akhirnya nilai jual tanah hanya sebatas NJOP sekalipun
diwilayah strategis. Jikalaupun harus dijual, tentu masyarakat yang paham tidak
akan tertarik karena IMB bangunan tidak akan dikeluarkan pemeritah DKI Jakarta.
Hanya pemda DKI yang siap menampung membeli dengan harga sesuai NJOP.
"Disisi lain pembangunan rumah tinggal ataupun tempat usaha
yang melanggar dari ketentuan di wilayah permukiman, Pemerintah DKI Jakarta
tidak tegas dan tidak serius untuk memberikan sanksi hukum berupa penghentian
aktivitas pembangunan dan pembongkaran bangunan. Azas persamaan di muka hukum
yang berkeadilan tidak diterapkan Pemda DKI Jakarta," kata Alpredo.
Alpredo mencontohkan lepasnya penindakan dari Satpol PP Kota
Adm. Jakarta Selatan terhadap pembangunan rumah kost di Jl. Cipete Raya No. 1 C
Kel. Cipete Selatan Kec. Cilandak. Izinnya 3 Lantai. Sesuai Perda No. 1 Tahun
2014 bangunan telah melanggar KDB: 60, KLB : 1,2, KB : 2, KDH : 20, KTB : 0,
GSJ dan GSB Jarak Bebas Kiri-Kanan dan belakang, rencana Jalan : 15 Meter dan
GSB : 6 meter.
"Hampir 100 % persil dibangun 3 lantai dengan 1 basement.
Sepatutnya, dengan izin 3 lantai dan KLB 1,2, maka seharusnya luas persil (KDB)
terbangun maksimum 40%, tapi tidak ditindak Satpol PP," kata Alpredo.
Berkaitan dengan bangunan tersebut, Kepala Kepala Sektor
Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Kec. Cilandak, Bambang, dihubungi lewat WhatsApp
dan handphonenya, tidak memberikan respon.
Sementara itu, realisasi peyerapan anggaran penertiban bangunan
oleh Satpol PP Kota Adm. Jakarta Selatan Tahun Anggaran 2020 turut dipertanyakan.
"Dari sistim monitoring evaluasi Pemprov. DKI Jakarta,
Satpol PP Kota Adm. Jaksel sepanjang masa pandemi Covid-19 tahun 2020 realisasi
penyerapan anggaran penyelenggaraan penertiban bagi pelanggar peraturan daerah sebesar
100%. Fakta dilapangan bangunan tidak sesuai perijinan masih berserakan, bercokol
tanpa penindakan diwilayah Kota Adm. Jakarta Selatan," terangnya.
Satpol PP Kota Adm. Jakarta Selatan T.A 2020 memiliki anggaran
penertiban bagi pelanggar peraturan daerah sebesar Rp. 414.336.000. Anggaran
tersebut terserap dengan realisasi 100% mulai dari bulan februari 5%, maret 5%, april 10%, jui 5%, juli 5%, agustus
15%, september 15%, oktober 15%, november 15% dan desember tahun 2020 sebesar 10%.
(tum)