Oleh karena itu, MARTABAT Prabowo-Gibran menyerukan agar Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) tidak hanya fokus pada pembangunan fisik dan pariwisata, melainkan juga memperkuat tata kelola pelayaran rakyat.
“Keselamatan manusia jauh lebih utama dibanding target kunjungan wisata,” ujarnya.
Baca Juga:
Jadi Tuan Rumah Lari Lintas Alam Dunia, MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Promosi Otorita Danau Toba dan Pulau Samosir
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menyampaikan bahwa persoalan keselamatan pelayaran di kawasan Danau Toba tak bisa dilepaskan dari kebijakan spasial dan tata aglomerasi kawasan.
“Banyak pelabuhan kecil tumbuh tanpa rencana matang. Ini bukan hanya soal transportasi air, tapi juga tata ruang dan ekosistem sosialnya. Kalau tidak dikelola serius, yang muncul bukan pertumbuhan, tapi potensi bencana,” ucapnya.
Ia juga mengungkapkan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal dan komunitas pelaut dalam pelatihan keselamatan berbasis kearifan lokal.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Kepedulian Menparekraf dan Ketum PDIP terhadap Ancaman Pencabutan Status Kaldera Danau Toba oleh UNESCO
“Tak cukup hanya menggantungkan harapan pada BMKG atau dinas perhubungan. Pemerintah daerah harus membuka ruang kolaborasi dengan masyarakat adat dan pengelola lokal yang setiap hari bersentuhan langsung dengan kondisi Danau Toba,” ungkapnya.
Sebagai langkah konkret, MARTABAT Prabowo-Gibran mendorong evaluasi menyeluruh terhadap regulasi pelayaran rakyat serta optimalisasi fungsi pelabuhan dengan sistem pengawasan real time.
“Kalau kita bisa bangun bandara bertaraf internasional di Silangit, maka tak ada alasan membiarkan pelabuhan rakyat di Danau Toba tetap berjalan dengan cara-cara usang,” ujar Tohom.