Oleh: Melani Butar Butar
Pendahuluan:
Baca Juga:
Update Covid-19 Samosir Per 8 Agustus 2021, Tambah 26 Kasus Baru, 31 Sembuh
Pembentukan perangkat Daerah (Kabupaten/Kota) di dasarkan
pada Undang Undang tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah
yang dijabarkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah setempat.
Baca Juga:
Update Covid-19 Samosir Per 23 Juli 2021, Kumulatif Konfirmasi Positif 1.004 Kasus
Pasca dilantiknya Bupati Samosir periode 2021-2024 salah
satu program untuk percepatan pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah direncanakan
untuk merevitalisasi Perangkat Daerah yang dahulunya juga dilakukan oleh Bupati
periode 2016-2021 (ditetapkan dengan Perda Samosir Nomor 8 Tahun 2016).
Penerbitan Perda Samosir Nomor 8 tahun 2016 tersebut
didasarkan pada PP Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, Permendagri
Nomor 99 tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengendalian Penataan Perangkat
Daerah dan Permendagri Nomor 90 tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan
Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor
77 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Ketika Bupati Samosir periode 2021-2024 menyampaikan
Rancangan Peraturan Daerah atas Perubahan Perda Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah yang pada prinsipnya berkenaan pada perubahan
nomenklatur perangkat daerah, antara lain disebutkan perubahan jumlah
organisasi perangkat Daerah dari 38 OPD menjadi 32 OPD (terjadi pengurangan 6
OPD) dan Staf Ahli Bupati menjadi 2 orang saja.
Ketika informasi ini mencuat ke public dan dibahas oleh
DPRD, banyak pihak mengajukan pertanyaan, usul dan saran bahkan terkesan
"menolak" perubahan (pengurangan dan penggabungan), salah satu di antaranya
menyangkut penghapusan Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan
menggabungkannya (menjadi salah satu bidang) dengan Dinas Perhubungan.
Tentu saja pembahasan ini bergulir di komunitas warga
terutama di kalangan pers/wartawan yang selama ini sehari-harinya bertugas
dalam koordinasi-kerjasama dengan Kominfo dalam hal pemberitaan media massa
cetak/online, bahkan tidak jarang medsos juga ikut-ikutan menginformasikan
peristiwa yang terjadi di masyarakat.
Kondisi ini terjadi sejak terbentuknya Dinas Kominfo di
Samosir, sementara Bagian Humas di Sekretariat tidak lagi menjadi "sasaran"
para pemberita/pewarta/wartawan, dan memang tugas utamanya adalah sebagai Humas
Pimpinan.
Memperhatikan pro-kontra-pendapat dari warga
masyarakat terkait Dinas Kominfo dan Dinas Perhubungan, mari kita coba
melakukan kajian berdasarkan tugas pokok dan fungsi dari kedua OPD di beberapa
daerah dan di tingkat Kementerian.
Nomenklatur, Tupoksi dan Peraturan Pembentukanya;
1. Kementerian Perhubungan (Pusat) dan Dinas Perhubungan
(Daerah)
A. Departemen Perhubungan/Kementerian Perhubungan
yang dibentuk sejak awal perjuangan kemerdekaan (1945), pada awalnya membawahi
bidang perhubungan dan pekerjaan umum, kemudian berubah pada pengakuan
kedaulatan Belanda atas RIS tahun 1949, Departemen Perhubungan memiliki
wewenang untuk mengatur perhubungan laut, udara, darat, perkereta Apian serta
pos, telegraf, dan telekomunikasi dan masing-masing sektor tersebut diurus oleh
jawatan-jawatannya sendiri yang berada di bawah struktur organisasi Departemen
Perhubungan.
Titik berat yang menjadi perhatian Departemen Perhubungan
pada era 1945-1949 adalah perhubungan darat karena diantara beberapa sektor
perhubungan lainnya seperti laut maupun udara belum bisa menjadi sarana
optimal.
Kendatipun perkembangan zaman dan kemajuan pembangunan
Indonesia begitu pesat namun nomenklaturKementerian Perhubungan/Departemen
Perhubungan tidak pernah berubah termasuk titik berat tugasnya yakni di bidang
transportasi (perhubungan darat, laut dan udara), sementara bidang lain
yang "ditompangkan"dibentuk dengan departemen lainnya. (www.dephub.go.id/post/read/sejarah)
Sejak tahun 1945, tercatat 38 orang yang menjabat Menteri
Perhubungan, dengan tugas pokok dan fungsi:
Tugas Pokok : Membantu Presiden dalam
menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang perhubungan.
Fungsi : 1. Kebijakan kebijakan nasional, kebijakan
pelaksanaan dan kebijakan teknis di perhubungan; 2. Pelaksanaan urusan di
bidang perhubungan; 3. Pengelolaan barang milik / kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawab Departemen Perhubungan; 4. Pengawasan dan pelaksanaan tugas
dibidang perhubungan; 5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan
pertimbangan di bidang tugas dan fungsi perhubungan kepada Presiden;
Dengan demikian Kementerian Perhubungan
sebelumnya disebut Departemen Perhubungan adalah pelayanan
pemerintah yang bertanggung jawab atas tata kelola dan regulasi transportasi di
Indonesia, dan saya boleh menyebutnya sebagai Kementerian Transportasi
Indonesia.
B. Dinas Perhubungan (Daerah)
Dibentuknya Dinas Perhubungan di Daerah sudah barang tentu
merupakan kajian Kementerian Dalam Negeri, terkait potensi dan kondisi
eksisting daerah tersebut. Pada awalnya di kawasan Danau Toba (Samosir), tugas
Dinas Perhubungan hanyalah menyangkut perhubungan/transportasi darat, sedangkan
laut (danau) dan sungai sangat langka ditangani (wewenang provinsi).
Perkembangan selanjutnya, melihat kawasan Danau Toba
memiliki kekhususan yakni adanya perhubungan/transportasi danau seperti kapal
kayu, solu-solu dan sebagainya termasuk sekarang ini ada kapal wisata milik
perorangan/swasta, maka Dinas Perhubungan Samosir mendapat tugas untuk mengatur
transportasi danau bersama Dinas Perhubungan Provinsi dan Kementerian
Perhubungan (Pusat).
Artinya Dinas Perhubungan, masih tetap memiliki tugas pokok
utama di sektor transportasi darat dan danau terkait alat transportasi,
keselamatan transportasi dan aturan yang berhubungan dengan itu (peraturan
perlalu lintasan), yang menurut pengamatan dan pengalaman, setiap tahun
berkembang signifikan terutama dikaitkan dengan ditetapkannya Samosir sebagai
salah satu destinasi pariwisata super prioritas, yang butuh keamanan-kenyamanan
ber lalu lintas.
Dari berbagai survey saya di beberapa dinas perhubungan
kabupaten, secara umum tugas-pokok dan fungsi Dinas Perhubungan adalah:
Tugas Pokok:
Dinas Perhubungan merupakan unsur pelaksana Urusan
Pemerintahan bidang Perhubungan yang menjadi kewenangan daerah;
Dinas Perhubungan dipimpin oleh Kepala Dinas yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris
Daerah;
Dinas Perhubungan mempunyai tugas membantu Bupati
melaksanakan Urusan Pemerintahan dibidang Perhubungan Darat (Danau) yang
menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang diberikan kepada kabupaten;
Fungsi :
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang perhubungan; 2. Penyelenggaran upaya peningkatan pelayanan
publik di bidang perhubungan; 3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
pelayanan umum di bidang perhubungan; 4.pembinaan dan pelaksanaan tugas di
bidang perhubungan; 5. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan
transportasi; 6. Penyelenggaraan manajemen transportasi; 7. Pengelolaan
manajemen perparkiran; 8. Pengelolan terminal yang menjadi kewenangan
pemerintah kabupaten; 9. Penyusunan kebijakan penyediaan sarana prasarana
perhubungan; 10. pengendalian teknis di bidang perhubungan; 11. penyusunan
kebijakan pengelolaan retribusi di bidang perhubungan; 12. Penyusunan kebijakan
pengujian dan pemeriksaan sarana transportasi; 13. Penyelenggaraan
kesekretariatan Dishub; 14. pengelolaan rekomendasi teknis di bidang
perhubungan; 15. Monitoring, evaluasi, dan pelaporan terhadap pelaksanaan tugas
di bidang perhubungan; dan 16. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
Bupati.
Dengan demikian, tugas pokok dan fungsi Dinas Perhubungan,
adalah pelayanan khusus di sektor transportasi yang membutuhkan sumber daya
manusia (man), uang (money), maintenance (peralatan) dan kemampuan manajemen
transportasi, yang cukup mumpuni.
2. Kementerian Kominfo (Pusat) dan Dinas Kominfo (Daerah)
A. Kementerian Kominfo (Pusat)
Catatan sejarah pembentukan Kominfo terbentuk pada tahun
2001-2005 dengan nomenklatur Kementerian Negara, dan pada tahun 2005-2009 menjadi
Departemen Kominfo, seterusnya tahun 2014 hingga sekarang menjadi Kementerian
Kominfo.
Sejak zaman kemerdekaan sampai Orde Baru, bidang
komunikasi dan informasi ini menjadi tugas pokok Departemen Penerangan
(terkenal pada masa alm. Harmoko), yang menjadi corong Pemerintah (Pusat)
melalui radio, televisi, pers/media massa (Koran) dan dibentuk di daerah
sebagai instansi vertikal dan aparat lapangan disebut sebagai Jupen (Juru
Penerangan).
Sesuai UU Nomor 38 tahun 2008, Kementerian Kominfo dibentuk
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang komunikasi, dan informatika
dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara. Dalam melaksanakan tugas,
Sementara fungsinya adalah menyelenggarakan; 1. Perumusan,
penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang komunikasi, dan informatika; 2.
Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Komunikasi, dan Informatika; 3. pengawasan atas pelaksanaan tugas di
lingkungan Kementerian Komunikasi, dan Informatika; 4. pelaksanaan bimbingan
teknis, dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Komunikasi, dan
Informatika di daerah; dan 5. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala
nasional.
Struktur Organisasi Kementerian Komunikasi dan
Informatika sebagi berikut: 1. Sekretariat
Jenderal; 2. Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika;
3. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika; 4. Direktorat
Jenderal Aplikasi Informatika; 5. Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi
Publik; 6. Inspektorat Jenderal; 7. Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia; 8. Staf Ahli Bidang Hukum; 9. Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi,
dan Budaya; 10. Staf Ahli Bidang Komunikasi, dan Media Massa; dan 11. Staf Ahli
Bidang Teknologi;
Sedangkan lembaga yang menjadi mitra Kementerian Kominfo
antara lain: Seluruh Lembaga Negara/Kementerian Indonesia, Dewan Pers, Badan
Regulasi Telekomunikasi Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia, Dewan Teknologi
Informasi dan Komunikasi Nasional, Lembaga Sensor Film, Lembaga Penyiaran
Publik, Komisi Informasi, PT Pos Indonesia, PT Telkom Indonesia, LKBN Antara, Gerakan
Nasional 1000 Startup Digital, Startup Studio Indonesia;
Artinya Kementerian Kominfo mengurusi seluruh hal yang
berkaitan dengan penyiaran, komunikasi, informasi baik secara verbal (audio),
visual, digital maupun internet.
B. Dinas Komunikasi dan Informasi/Informatika Daerah
(Kominfo)
Seiring dengan perkembangan pembangunan dan teknologi
informasi dengan dihapusnya Departemen Penerangan di Daerah, maka di
tahun 90-an ada beberapa pemerintah daerah yang membentuk unit kerja/kantor
dengan nama Kantor Pengolahan Data Elektronik (PDE) selain adanya Bagian Humas
dan Protokol di Sekretariat Daerah.
Kemudian memasuki tahun 2000 an dengan terbentuknya
Kementerian Kominfo, Kementerian Dalam Negeri juga memberi peluang untuk
membentuk Dinas Kominfo di Daerah.
Adapun tugas pokok dan fungsi Dinas Kominfo Kabupaten (saya
kutip dari kabupaten Temanggung Jawa Timur) sebagai berikut:
Dinas Komunikasi dan Informatika mempunyai tugas membantu
Bupati melaksanakan urusan pemerintahan di Bidang Informasi dan Komunikasi
Publik, Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Bidang Statistik dan
Persandian yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang diberikan
kepada kabupaten di Bidang Informasi dan Komunikasi Publik, Bidang Teknologi
Informasi dan Komunikasi dan Bidang Statistik dan Persandian.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas
tersebut, Dinas Komunikasi dan Informatika menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan
kebijakan teknis di Bidang Informasi dan Komunikasi Publik, Bidang Teknologi
Informasi dan Komunikasi dan Bidang Statistik dan Persandian; b. Penyusunan
norma, standar, prosedur dan kriteria di Bidang Informasi dan Komunikasi
Publik, Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Bidang Statistik dan
Persandian; c. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
Bidang Informasi dan Komunikasi Publik, Bidang Teknologi Informasi dan
Komunikasi dan Bidang Statistik dan Persandian; d. Pembinaan dan
pelaksanaan tugas di Bidang Informasi dan Komunikasi Publik, Bidang Teknologi
Informasi dan Komunikasi dan Bidang Statistik dan Persandian; e. Penyusunan
kebijakan penyediaan sarana prasarana Informasi dan Komunikasi Publik,
Teknologi Informasi dan Komunikasi serta Statistik dan Persandian; f. Pengelolaan
informasi dan komunikasi publik pemerintah daerah sesuai peraturan perundangan
tentang keterbukaan informasi publik; g. Pengelolaan nama domain yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan sub domain di lingkup Pemerintah
Daerah; h. Pengelolaan e-Government di lingkup Pemerintah Daerah; i.
Pemasangan dan pemeliharaan infrastruktur dan jaringan teknologi informasi
Pemerintah Daerah; j. Penyelenggaraan statistik sektoral dan statistik
khusus di lingkup daerah; k. Penyelenggaraan persandian untuk pengamanan
informasi Pemerintah Daerah; l. Penetapan pola hubungan komunikasi sandi
antar perangkat daerah; m. Penyusunan pedoman dan petunjuk teknis di
Bidang Informasi dan Komunikasi Publik, Bidang Teknologi Informasi dan
Komunikasi dan Bidang Statistik dan Persandian Pemerintah Daerah; n. Pengendalian
teknis di Bidang Informasi dan Komunikasi Publik, Bidang Teknologi Informasi
dan Komunikasi dan Bidang Statistik dan Persandian; o. Penyelenggaraan
kesekretariatan Dinas Komunikasi dan Informatika; p. Pelaksanaan
monitoring, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan tugas-tugas di Bidang
Informasi dan Komunikasi Publik, Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi dan
Bidang Statistik dan Persandian; q. Penyelenggaraan pelayanan di Bidang
Informasi dan Komunikasi Publik, Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi dan
Bidang Statistik dan Persandian yang menjadi kewenangannya;
Pembahasan:
Salah satu tujuan Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah
adalah agar tugas umum Pemerintah yakni penyelenggaraan pemerintahahan,
koordinasi pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan terbagi habis kepada unit
kerja sehingga dalam pelaksanaannya dapat memenuhi pola manajemen yang baik dan
mencapai sasaran.
Secara umum disebutkan ada 3 tujuan mendasar pembentukan
organisasi perangkat daerah yaitu; 1). Untuk Mewujudkan Tujuan Pemberian
Otonomi; 2). Untuk Melaksanakan Urusan Pemerintahan Tertentu.; 3) Untuk
Melaksanakan Pelayanan Publik.
Ketiga tujuan itu adalah beban tanggungjawab yang harus
dipikul oleh seorang Kepala Daerah (Bupati/Wakil bupati)) sehingga harus
dibantu oleh organisasi perangkat daerah yang membagi habis beban tugas
tersebut. Artinya OPD adalah wadah unsur pelaksana fungsi penunjang atas urusan
Pemerintahan (Daerah).
Dasar utama penyusunan organisasi perangkat daerah dalam
bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah, yang terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan, Dan harus
dipahami dan tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus
dibentuk kedalam organisasi tersendiri. Pembentukan perangkat daerah
semata-mata didasarkan pada pertimbangan rasional untuk melaksanakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah secara efektif dan efisien.
Patut dicatat bahwa untuk penyelenggaraan administrasi
pemerintahan serta program dan kegiatan pemerintah, kepada Daerah baik itu
Gubernur dan Bupati/Walikota dibantu oleh perangkat daerah. Perangkat Daerah
atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu merupakan organisasi atau lembaga
pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah, dan
pembentukan Perangkat Daerah harus berdasarkan pertimbangan karakteristik,
potensi, dan kebutuhan Daerah.
Kembali ke topik bahasan Perubahan Perda Samosir Nomor 8
tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang disebutkan dalam rangka Penataan dan
Penguatan Kelembagaan dengan cara penyederhanaan atau perampingan OPD. Penataan
dimaksud bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan program dan kegiatan
pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan efisiensi anggaran.
Diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah tentunya berimplikasi terhadap Susunan
Organisasi yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003,
baik dari segi jumlah/besaran, susunan organisasi, maupun perumpunan urusan
yang harus disesuaikan dan ditata kembali. Selanjutnya pertengahan tahun 2007
menjadi babak baru bagi penataan kelembagaan daerah di Indonesia secara umum
Hal ini karena dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 (PP
41/2007) tentang Organisasi Perangkat Daerah yang menggantikan peraturan
sebelumnya (PP 8/2003) mengamanatkan beberapa butir perubahan yang harus segera
direspon oleh daerah bila tidak menginginkan kesulitan dalam administrasi
penganggaran dengan pemerintah pusat.
Landasan operasional dari Penataan Lembaga itu sendiri
adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 tahun 2007. Berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri no 57 tahun 2007 tersebut maka Pemerintah Daerah
menetapkan Peraturan Daerah tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
Penataan Organisasi Perangkat daerah sendiri sebagaimana
tertuang dalam PP Nomor 41 tahun 2007 di dasarkan atas variabel Jumlah
penduduk, Luas Wilayah, dan Jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Berdasarkan variabel dapat ditetapkan jumlah Unit kerja dan
OPD yang akan dibentuk. Misalnya jika sebuah daerah mendapat variabel bernilai
lebih dari 70 (tujuh puluh), maka Daerah tersebut dapat membentuk
Sekretariat Daerah yang terdiri dari paling banyak 4 (empat) asisten, Jumlah
Dinas paling banyak 18 ( delapan belas ) dan jumlah Lembaga teknis paling
banyak 12 ( dua belas ). Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut dapat juga
ditetapkan Lembaga Teknis Daerah, seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol
PP) dan Badan Penggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Diatas dasar itu dalam rangka Penataan Organisasi Perangkat
Daerah di Kabupaten Samosir, apakah kebijakan penataan organisasi perangkat
daerah itu yang sudah di lakukan pemerintah daerah sesuai dengan pedoman teknis
yaitu PP 41 tahun 2007 dan peraturan lainnya yang terbit di kemudian hari??
Apakah sudah dilakukan evaluasi atas kebijakan penataan organisasi itu selama
berlangsungnya periode 2016 - 2021 yang lalu.
Kita harus memahami bahwa PP 41 tahun 2007 adalah awal
pengaturan organisasi perangkat daerah. PP tersebut menjadi Pedoman teknis yang
mengamanatkan agar besaran organisasi perangkat daerah di sesuaikan dengan
karakteristik dan kondisi dan harus dibuat seefisien mungkin.
A. Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi Perangkat
Daerah harus dilakukan menyangkut .
1. Efektifitas merupakan hubungan antara output dan tujuan,
dimana efektivitas di ukur berdasarkan seberapa jauh tingkat output, kebijakan
dan prosedur organisasi mencapai tujuan yang telah di tetapkan (Tangkilisan,
2005:176 ), Mahmudi (2005:92) mendefinisikan efektivitas merupakan hubungan
antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output
terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau
kegiatan. Efektivitas sebuah organisasi perangkat daerah dapat terlihat
dari kinerja organisasi perangkat daerah yang dapat mengayomi dan
melayani masyarakat.
2. Efisiensi yaitu hubungan antara input dan output, di mana
penggunaan barang dan jasa di beli organisasi untuk mencapai output tertentu.
Efisiensi merupakan pengujian dan penilaian berdasarkan tolak ukur ekonomis
yaitu input yang telah di gunakan dan hasilnya sebanding dengan output kebijakannya.
Menurut William N Dunn (2003:430) efisiensi berkenaan dengan jumlah
usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu Kebijakan
penataan organisasi perangkat daerah dilihat dari pelaksanaannya belum mencapai
kriteria efisiensi.
3. Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan
yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N.
Dunn mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh
suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah (Dunn, 2003:430).Kebijakan penataan
organisasi perangkat daerah dikatakan telah memenuhi kriteria kecukupan,
apabila penataan yang di lakukan sudah memenuhi kebutuhan daripada
organisasi pemerintah daerah itu sendiri.
4. Pemerataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan
mempunyai arti dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan
publik. William N. Dunn menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat
berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi
akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat (Dunn,
2003:434).
Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan
yang akibatnya atau usaha secara adil di distribusikan. Perataan pada
pelaksanaan kebijakan penataan organisasi perangkat daerah dilihat dari
pembentukan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sudah mempertimbangkan
pemenuhan kebutuhan secara merata di masing masing urusan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah.
Selain perataan dalam segi pemenuhan kebutuhan, kebijakan
penataan organisasi perangkat daerah juga dapat focus pada saat penentuan
prioritas pemilihan, apakah penentuan pemilihan kegiatan tersebut tanpa
intervensi atau bebas nilai. Hal ini untuk menghindari terjadinya beberapa
kesalahpahaman tentang tugas pokok dan fungsi masing -masing OPD oleh pegawai
negeri sipil di lingkungan pemerintah daerah.
5. Responsivitas Responsivitas dalam kebijakan publik dapat
diartikan sebagai respon dari suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran
kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Menurut William N. Dunn menyatakan
bahwa responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh
suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai
kelompok-kelompok masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437). Kriteria
responsivitas di aplikasikan pada aspek pemahaman aparatur pemerintah
daerah terhadap kebijakan penataan organisasi perangkat daerah yang sudah
dilakukan. Catatan saya di periode yang lalu bahwa kebijakan penataan
organisasi perangkat daerah di Samosir telah berjalan sesuai dengan pedoman
teknis penataan kelembagaan perangkat daerah. Namun dalam perjalanannya ada
kekurangan yaitu lemahnya pemahaman aparatur pemerintah daerah terhadap tugas
pokok dan fungsinya.
6. Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan
program dan pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut.Artinya
ketepatan dapat diisi oleh indikator keberhasilan kebijakan lainnya. Misalnya
dampak lain yang tidak mampu diprediksi sebelumnya baik dampak tak terduga
secara positif maupun negatif atau dimungkinkan alternatif lain yang dirasakan
lebih baik dari suatu pelaksanaan kebijakan sehingga kebijakan bisa lebih dapat
bergerak secara lebih dinamis.
Dalam melihat aspek ketepatan dari penataan SKPD di lingkup
pemerintah daerah, apakah sudah disesuaikan dengan urusan-urusan yang sudah di
limpahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Serta melihat apakah
penataan organisasi perangkat daerah itu sudah di sesuaikan dengan klasifikasi
dan variabel yang ditentukan di dalam PP yang menjadi pedomannya?
B. Faktor Penentu Keberhasilan Kebijakan Penataan
Organisasi Perangkat Daerah
1. Penentuan Perumpunan Urusan Kewenangan Penentuan
perumpunan urusan kewenangan adalah ketentuan yang di gunakan untuk menentukan
urusan atau kewenangan, bagaimana merumpunkannya, bagaimana menentukan jumlah
satuan dan unit kerja, dan nomenklatur atau sebutan bagi masing masing satuan
kerja perangkat daerah.
Penentuan perumpunan urusan kewenangan menentukan
keberhasilan implementasi kebijakan penataan organisasi perangkat daerah.
Regulasi Penataan Organisasi perangkat daerah menuntut pemerintah daerah harus
menaungi seluruh urusan kewenangan yang sudah di limpahkan oleh pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah.
Yang perlu dipertanyakan dalam penataan organisasi
perangkat daerah ini, apakah sudah memperhatikan sasaran klarifikasi
namun belum memperhatikan pemetaan hambatan.
Sesuai yang di katakan William N Dunn bahwa harus
memperhatikan pendekatan teknik yang mana salah satunya adalah pemetaan
hambatan. Kurangnya pemetaan hambatan mempengaruhi keberhasilan kebijakan
penataan organisasi perangkat daerah.
3. Urusan pemerintahan yang di bagi urusan pemerintahan yang
di bagi bersama antar tingkatan/susunan pemerintahan di luar urusan
pemerintahan adalah semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan yang di bagi itu antara lain
terdiri dari misalnya 31 bidang urusan pemerintahan. Pembagian urusan pemerintahan
tersebut di dasarkan atas kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan atau susunan
pemerintahan.
Kesimpulan dari pengaruh faktor urusan yang di bagi adalah
faktor ini apakah sudah terpenuhi dalam kebijakan penataan organisasi perangkat
daerah di Samosir?
Satuan Kerja yang di bentuk melalui penataan kelembagaan
perangkat daerah dapat mendukung kinerja pemerintah daerah dalam menangani
urusan lebih kurang urusan pemerintahan yang sudah di limpahkan oleh pemerintah
pusat.
3. Sistem Managemen Pemerintahan Daerah. Sistem merupakan
keseluruhan proses yang dipergunakan untuk melaksanakan atau mewujudkan
kebijakan. Sistem manajemen pemerintahan daerah di jalankan berdasarkan
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan Permasalahan yang lazim
ditemukan dalam organisasi pemerintahan antara lain kurangnya
pemahaman aparatur pemerintah daerah akan tugas pokok dan fungsinya dan juga
koordinasinya dengan OPD yang lain. Artinya bahwa pengaruh faktor sistem
managemen administrasi pemerintahan daerah cukup tinggi untuk memberi
hasilnya yang lebih baik. Jika hasilnya kurang baik maka hal ini menunjukkan
bahwa fungsi penggunaan dinamika administrasi belum di jalankan dengan baik.
Sebab seharusnyalah Pemerintah Daerah harus lebih peka terhadap dinamika
administrasi yang terjadi di ruang lingkup kerjanya.
4. Demokrasi dan desentralisasi berkaitan dengan upaya untuk
mengatur kepentingan rakyat dalam wujud pemerintahan itu makin hari semakin
mengalami perubahan wujud dan bentuknya. . Masyarakat yang luas memerlukan
pengaturan terhadap kebutuhan- kebutuhan bersama, maka diperlukan tatanan dan
aturan agar kebutuhan bersama itu terpenuhi. Penataan kelembagaan perangkat
daerah harus di sesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat agar
dapat memenuhi asas demokrasi dan desentralisasi. Penggunaan sumber daya di
dalam organisasi perangkat daerah harus di gunakan sepenuhnya untuk memenuhi
tuntutan pelayanan publik dan target pembangunan. Artinya dalam penataan
organisasi perangkat daerah, harus dilakukan Analisis beban kerja sebelum
atau melakukan penataan organisasi perangkat daerah. Hal ini dibutuhkan agar
penataan atau desain organisasi perangkat daerah dapat mendorong kemandirian
dan kreativitas dan inovasi mengoptimalkan sumber daya aparatur di
lingkup pemerintah daerah.
Pertanyaannya yang timbul atas kajian diatas adalah sudahkah
dilakukan kajian mendalam atas pertimbangan karakteristik, potensi dan
kebutuhan Daerah?
Kesimpulan dan Rekmendasi;
1. Dalam penataan (kembali) Organisasi Perangkat
Daerah melalui penghapusan dan atau penggabungan dengan OPD lain, secara
menyeluruh, kelihatannya belum merupakan hasil kajian bersama sesuai dengan
criteria-persyaratan yang disebutkan dalam PP yang mendasarinya.
Saya melihat beberapa OPD yang dibentuk di awal reformasi
dengan PP Nomor 41 tahun 2007 dengan prinsip miskin struktur-kaya fungsi
(periode Bupati Mangindar Simbolon) lebih cukup untuk menampung dan membagi
habis berbagai urusan pemerintahan), walaupun ada beberapa urusan yang tidak
tepat dalam perumpunannya.
Sementara di periode selanjutnya 2016, makin diperluas
dengan pembentukan OPD baru yang semestinya masih dapat bergabung dalam satu
rumpun urusan-tugas, dan OPD inilah yang akan dilakukan Penataan Ulang dan itu
dimungkinkan oleh peraturan.
Kita setuju dan sah-sah saja jika penataan ulang dimaksudkan
untuk mendukung percepatan kinerja pelayanan Pemerintah Daerah asalkan
prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam peraturan yang diterbutkan PP dan Permendagri
terpenuhi dengan mempertimbangkan potensi dan kebutuhan Daerah (maaf bukan
faktor kepentingan pribadi atau kelompok).
2. Sesuai aturan yang menjadi dasar penataan organisasi
Pemerintah di pusat dan daerah, tugas dan atau urusan pemerintahan di Bidang
Perhubungan (Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan) sangat jauh berbeda
dengan tupoksi Bidang Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo, Dinas
Kominfo), bahkan di Daerah pun keduanya berada pada perumpuan yang berbeda.
Dalam Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi,
Kodefikasi, Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, kedua
urusan ini pada Urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan
dasar, sehingga kodefikasi nomenklatur bidang Perhubungan ditetapkan dengan
kode 2.15 sedang bidang Kominfo dengan kode 2.16.
Pada PP 18 tahun 2016, pasal 15 ayat 4 (e) bahwa yang satu
rumpun adalah Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian, artinya
Kominfo dan Perhubungan tidak satu rumpun, kendatipun sama-sama pada Urusan
Pemerintah Wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar (pasal 15 ayat 4).
Maka penghapusan Dinas Kominfo, kelihatannya tidak
berdasarkan kajian potensi dan kebutuhan daerah (Komunikasi dan Informatika itu
memerlukan penanganan khusus di era millennium, industri 4.0, KSPN-DPSP dan
kelancaran hubungan komunikasi, jejaring dengan seluruh stakeholders. Siapa
menguasai informasi dia akan menguasai dunia.
Wacana penggabungannya dengan Dinas Perhubungan, saya kira
juga salah kaprah, kenapa? selain urusan yang berbeda dan eksisting beban tugas
yang cukup berat di kedua OPD (Dinas Perhubungan dan Dinas Kominfo) maka saya
memiliki pandangan jika ke depan Dinas Perhubungan (tanpa nomenklatur Kominfo)
justru akan bergerak lambat dan mengalami kesulitan, karena yang satu menangani
urusan teknis (lapangan) sementara dia harus menangani komunikasi-informatika
(dunia nyata di alam maya) yang semakin canggih.
Ketika Kominfo menjadi salah satu bidang di Dinas
Perhubungan, maka ruang gerak Komunikasi-Informasi semakin sempit
(dulunya ditangani 3 bidang). Dapat dibayangkan Kepala Bidang yang bersangkutan
akan berhadapan dengan tugas urusan yang luas dan besar di sektor komunikasi
dan informasi.
3. Dengan bahasan dan kajian diatas, saya menyampaikan
rekomendasi sebagai berikut; a. Dinas Kominfo tetap eksis sebagai salah satu
OPD di Kab. Samosir; b. Penghapusan dan pengabungan Kominfo ke Dinas
Perhubungan menyalahi ketentuan dari sisi perumpunan urusan dan fakta di
lapangan kedua Dinas ini mempunyai tugas-fungsi yang jauh berbeda; c. Sebaiknya
ke OPD Dinas Kominfo dimasukkan urusan Statistik dan Persandian; d. Dalam
pengisian jabatan struktural disarankan agar masing-masing jabatan diisi oleh
ASN yang memiliki latar belakang pendidikan, pengalaman kerja (task and social
background), diklat teknis (kompetensi) di bidangnya, artinya prinsip the
right man, the right competency, on the right place, dan tidak mengabaikan
aturan jabatan-karier kepagawaiannya. e. Bupati/Wakil Bupati Samosir
perlu membahasnya secara detail terkait dengan penataan OPD, tentu harus ada
pemahaman bersama atas prinsip prinsip dan maksud dan tujuan melakukan penataan
ulang, misalnya: prinsip efektif dan efisien, Jangan karena efisiensi akhirnya
pelaksanaan tugas menjadi tidak efektif (tidak mencapai sasaran).
Demikian bahasan kajian ini disampaikan kehadapan pembaca,
semoga bermanfaat untuk pembangunan daerah khususna di Kabupaten Samosir. Ambarita, Sabtu (10/07/2021) (tum)
Penulis adalah: Pengamat Sosial, Budaya dan
Kepariwisataan.