Ia menilai belum ada satu komando atau grand design terpadu yang menyatukan visi geopark secara lintas wilayah administratif.
"Kaldera Toba bukan hanya milik satu kabupaten. Kalau koordinasi tidak diperkuat, yang rugi bukan cuma geopark, tapi juga masa depan ekonomi kawasan aglomerasi Toba yang berbasis pariwisata dan budaya," ujar Tohom.
Baca Juga:
Peringati Hari Lingkungan Hidup, Pemkab Toba Gelar Bersih Sampah dan Penanaman Pohon di Meat
Lebih lanjut, Tohom menyarankan agar pemerintah dan kepala daerah tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik atau branding media sosial, tetapi juga memberdayakan masyarakat adat dan komunitas lokal. Ia mengungkapkan bahwa narasi geopark harus dibumikan dalam praktik keseharian masyarakat.
"Kami mendorong pendekatan holistik, yang tidak hanya menyelamatkan status geopark di mata UNESCO, tetapi juga menghidupkan kembali semangat gotong royong dalam mengelola kekayaan alam. Ini yang sering luput," tegasnya.
Menutup pernyataannya, Tohom berharap UNESCO masih memberi kesempatan kedua bagi Kaldera Danau Toba. Namun ia juga mengingatkan bahwa waktu dua bulan ke depan harus digunakan sebaik mungkin oleh semua pemangku kepentingan.
Baca Juga:
Perjuangan Pemerintah Pertahankan Danau Toba Sebagai Taman Bumi
"Bukan saatnya lagi saling menyalahkan. Ini momentum untuk membuktikan bahwa Indonesia bisa merawat warisan dunia dengan tanggung jawab penuh," pungkasnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]