WahanaNews.co | Dugaan
masih maraknya pungutan liar (Pungli) di Disdukcapil Kabupaten Tangerang tampaknya
belum dapat diberantas oleh pihak kepolisian.
Bahkan, penyelenggara pemerintah pun
seolah menutup mata atau sengaja membiarkan.
Baca Juga:
Disdukcapil Kabupaten Solok Tingkatkan Pelayanan Administrasi Kependudukan
Dugaan masih maraknya pungli ini berawal dari keluhan warga
yang mau mengupgrade KTP-KK untuk keperluan pengajuan pinjaman di bank, bahkan mau melayangkan lamaran pekerjaan ke perusahaan.
Setelah diupgrade, pihak bank mengungkapkan bahwa KTP-KK
belum terdaftar dan diharuskan dirubah.
Kepada WahanaNews.co, si pemilik KTP dan KK
bercerita kronologis pembuatan identitasnya itu.
Baca Juga:
Disdukcapil Pontianak Fasilitasi Itsbat Nikah untuk 88 Pasangan Suami Istri
Waktu itu, dirinya merasa kewalahan mengurus KTP-KK di
Disdukcapil karena sampai 6 bulan menunggu, blanko tak kunjung ada. Demikian alasan
petugas Disduk Kecamatan Pagedangan setiap ditanyain.
Menunggu waktu begitu lama, akhirnya warga yang tak
mau disebut namanya itu memakai jasa dari seorang perangkat desa dengan imbalan
sejumlah uang dengan harapan langsung bisa memiliki KTP-KK yang mau digunakan
untuk bekerja dan pengurusan administrasi lainnya.
Warga ini baru mengetahui KTP dan KK-nya ternyata
tidak terupgrade setelah mengajukan permohonan pinjaman ke bank.
"Sampai saat ini saya selaku masyarakat masih kecewa
melihat Pemda Kabupaten Tangerang karena data KK saya belum terupgrade di Disdukcapil.
Hal ini dapat menjepit pergerakan kehidupan saya dalam keadaan Covid-19 saat
ini," ujar warga tersebut.
Di tempat terpisah, Ketua Umum LSM Banten Coropption
Watch (BCW) Ana Triana atau sering dipanggil "Bule" mengungkapkan terkait
keluhan warga tersebut.
Sebenarnya, kata Bule, ada pembiaran dari
penyelenggara Pemda Kabupaten Tangerang khususnya Disdukcapil pimpinan Drs H.
Syafrudin untuk pergerakan para calo baik dari perangkat desa maupun masyarakat
penyelenggara biro jasa, tentu dengan imbalan uang minyak dan uang minum.
"Saya lihat ada pembiaran untuk para calo dari
perangkat desa maupun masyarakat umum penyelenggara biro jasa, tentu dengan
imbalan sejumlah uang," tegas Bule.
Bule juga memaparkan sementara kalau dilihat dari
kasat mata tidak ada transaksi uang pungli, ya karena memang begitulah praktek
punglinya.
Namun, menurutnya, dengan adanya sikap penyelenggara
pembuat data kependudukan yang seolah-olah mempersulit atau mengatakan blanko
belum ada, kondisi ini yang dimanfaatkan oleh oknum tertentu, khususnya bagian
pencetakan KTP-KK dengan imbalan uang jasa bantuan bisa mencapai Rp 300 ribu.
"Ini jelas merugikan masyarakat karena notabene mengurus
KTP-KK serta sejumlah pengurusan lainnya semua sudah gratis," imbuh Bule.
Ia bahkan menduga budaya administrasipungli ini sudah
berlangsung lama bahkan sudah lima tahun. Dimana aparat atau instansi terkait?
Perlu diketahui, sambung Bule, BCW sudah sering menerima
laporan masyarakat atas kejanggalan-kejanggalan seperti ini. Pihak BCW pun
sudah banyak melakukan somasi.
"Apakah Kadis saat ini tidak mampu mengemban tugasnya,
sehingga masyarakat banyak mengeluh untuk mengurus administrasi data diri,"
tanya Bule.
Saat melakukan perbincangan dengan masyarakat serta petugas
RT, serta pantuan di kantor Disdukcapil, hampir 85% masyarakat yang datang
mengurus sangat kecewa dengan penyelenggara disdukcapil.
Warga berharap pemerintah daerah dapat memperbaiki
kinerja aparat di bawahnya sehingga hubungan harmonis antara warga dan pemerintah
dapat terjalin baik. (Tio)