WahanaNews.co I Sekitar 750 orang petani dan anggota komunitas
masyarakat adat di Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) melakukan aksi untuk
menyuarakan tutup PT Toba Pulp Lestari (TPL), Rabu (07/07/2021).
Baca Juga:
Disanggah, 7 Paket Irigasi di PUTR Taput Akhirnya "Tender Gagal", Peserta Merugi
Massa aksi berangkat dari
terminal Tarutung pada Pukul 10.00 Wib dengan tujuan pertama kantor DPRD
Taput.
Sepanjang jalan menuju kantor DPRD, massa aksi mengajak
semua masyarakat batak yang cinta Tano Batak untuk turut serta mendesak
pemerintah menutup PT TPL yang selama tiga puluh tahun terakhir banyak
memberikan penderitaan bagi masyarakat di Tano Batak.
Baca Juga:
Tender Irigasi di PUTR Taput Diduga Sarat Persekongkolan, Diminta untuk Dibatalkan
"Amang-inang wakil rakyat kami di DPRD, tolonglah supaya
dicabut ijin konsesi TPL, karena kami masyarakat hidup dari haminjon. Kehadiran
PT TPL berdampak terhadap hasil getah haminjon kami masyarakat, perekonomian
kami terus menurun," seru Op. Putra boru Nababan, setiba di depan Kantor DPRD
Taput.
Nai Firman Boru Siagian dengan suara bergetar menahan tangis
juga menyampaikan, apa yang dihadapi di kampung sejak kehadiran PT TPL.
"Areal persawahan kami telah rusak akibat ulah dari TPL,
sungai kering sehingga kami kesulitan bertani. Sumber air minum kami juga
rusak. Kami meminta kepada DPRD untuk peduli terhadap kami masyarakat dan
segera cabut ijin konsesi TPL," kata Nai Firman.
Seorang anggota komunitas Bonan Dolok juga menuturkan hasil
pertanian mereka yang sangat bagus sebelum kehadiran PT TPL. Akan tetapi
setelah datang TPL hasil-hasil tanaman pertanian menurun drastis bahkan kopi
yang sekarang ditanam kondisinya sudah diserang berbagai penyakit karena
berdekatan dengan eukaliptus perusahaan.
"Banyak penderitaan yang kami alami sejak kehadiran TPL,"
ungkapnya di hadapan tujuh anggota DPRD yang hadir menerima
massa aksi.
Perwakilan Komunitas Tornauli juga meminta kepada DPRD untuk
segera mencabut ijin konsesi TPL, karena kehadiran TPL juga merusak relasi
social antar keluarga di desa mereka.
"Kami sesama berkeluarga jadi tidak baik hubungan kami, dang
mardomu akka na marhaha maranggi di huta alani TPL on. (tidak bersatu lagi
kami sesama bersaudara di kampung akibat kehadiran perusahaan ini)," katanya.
Semua perwakilan komunitas menyampaikan orasinya di hadapan
pimpinan DPRD Taput.
Selain orasi, komunitas masyarakat adat juga melakukan aksi
teatrikal teatrikal yang mengkisahkan kehidupan anggota komunitas masyarakat
adat pasca masuknya perusahaan di kampung mereka.
Dalam aksi teatrikal tersebut digambarkan kesulitan mereka
mendapatkan rumput untuk makanan kerbau, berkurangnya sumber air minum, serta
habisnya tombak atau hutan alam mereka.
Terakhir, Nai Muel Boru Manalu juga membacakan puisi hasil
karyanya yang menceritakan mengenai ketidakberpihakan pemerintah kepada rakyat.
Atas aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat, Poltak
Pakpahan, Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli Utara menyampaikan, menghormati dan
menerima aspirasi massa.
"Dalam situasi pandemi seperti ini kami harapkan aksi ini
dari awal sampai akhir tetap menerapkan protokol kesehatan," kata Poltak.
"Kami semua sudah mencatat apa yang menjadi keluhan massa
aksi, maka dengan itu saya sudah tugasi komisi C yang bertanggung jawab
terhadap ini untuk berangkat ke BPSKL Medan untuk menyampaikan apa yang menjadi
aspirasi masyarakat. Tuntutan saudara terkait apa yang menjadi hak hak saudara
akan kami teruskan kepada pemerintah pusat. Aspirasi saudara ini kami terima
dan jikalau ada yang bentuk dokumen yang akan diserahkan akan kami terima
secara langsung," kata Poltak. (tum)