Atas dasar itu tanah atau lahan kosong milik masyarakat Jakarta
yang terkena peta RTH Perda No. 1 Tahun 2014 hanya boleh dimanfaatkan untuk
ditanami tanam-tanaman dan pepohonan. Tidak boleh dibangun tempat tinggal
apalagi tempat usaha.
Baca Juga:
Prabowo Tampil Berwibawa di Mata Dunia, Anies: Lawatan Internasional Sangat Produktif!
Akhirnya nilai jual tanah hanya sebatas NJOP sekalipun
diwilayah strategis. Jikalaupun harus dijual, tentu masyarakat yang paham tidak
akan tertarik karena IMB bangunan tidak akan dikeluarkan pemeritah DKI Jakarta.
Hanya pemda DKI yang siap menampung membeli dengan harga sesuai NJOP.
"Disisi lain pembangunan rumah tinggal ataupun tempat usaha
yang melanggar dari ketentuan di wilayah permukiman, Pemerintah DKI Jakarta
tidak tegas dan tidak serius untuk memberikan sanksi hukum berupa penghentian
aktivitas pembangunan dan pembongkaran bangunan. Azas persamaan di muka hukum
yang berkeadilan tidak diterapkan Pemda DKI Jakarta," kata Alpredo.
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
Alpredo mencontohkan lepasnya penindakan dari Satpol PP Kota
Adm. Jakarta Selatan terhadap pembangunan rumah kost di Jl. Cipete Raya No. 1 C
Kel. Cipete Selatan Kec. Cilandak. Izinnya 3 Lantai. Sesuai Perda No. 1 Tahun
2014 bangunan telah melanggar KDB: 60, KLB : 1,2, KB : 2, KDH : 20, KTB : 0,
GSJ dan GSB Jarak Bebas Kiri-Kanan dan belakang, rencana Jalan : 15 Meter dan
GSB : 6 meter.
"Hampir 100 % persil dibangun 3 lantai dengan 1 basement.
Sepatutnya, dengan izin 3 lantai dan KLB 1,2, maka seharusnya luas persil (KDB)
terbangun maksimum 40%, tapi tidak ditindak Satpol PP," kata Alpredo.