Setiap pelanggaran, pengingkaran, penyimpangan, pengabaian,
penyelewengan jabatan adalah pengkhianatan terhadap Nusa dan Bangsa yang tentu
mempunyai sanksi hukum.
Baca Juga:
Mama Dada Mu Ini Dada Ku
Bila diperhatikan cermat dan seksama terjadinya degradasi
dan turbulensi Nasionalisme (Jiwa Kebangsaan Indonesia) akhir-akhir ini tidak
terlepas dari pengabaian kearifan budaya, kearifan lokal leluhur Nusantara
sebagaimana kearifan budaya, kearifan lokal Batak Toba "Togu Urat ni Bulu,
Toguan Urat ni Padang, Togu Mardongan Tubu, Toguan Binuat ni Padan"
sebagaimana Sumpah/Ikrar putera-puteri terbaik seluruh bumi Nusantara pada
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 lahirnya bangsa Indonesia.
Saudara sekandung putera-puteri Ibu Pertiwi Indonesia
walapun tidak satu suku, satu agama, satu ras, satu golongan (SARA) dilahirkan
Sumpah (Padan-red) Pemuda 28 Oktober 1928 berbunyi;
Baca Juga:
Perseteruan Kandidat Penghuni Sorga
"Kami Putera-Putri Indonesia bersumpah; Bertanah air
satu tanah air Indonesia. Berbangsa satu bangsa Indonesia. Menjunjung bahasa yang satu bahasa
Indonesia".
Sumpah (Padan-red) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
dimotori Pemuda- Pemudi seluruh bumi Nusantara telah mempersatukan perbedaan,
keragaman, kemajemukan atau kebhinnekaan Indonesia sejak dari Sabang hingga
Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote dalam suatu bangsa dan negara
berdasarkan Pancasila, UUD RI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 oleh Bung
Karno-Bung Hatta atas nama seluruh Bangsa Indonesia.