SUMUT.WAHANANEWS.CO - Kasus penganiayaan yang menimpa Roy Erwin Sagala di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, menimbulkan kecaman keras dari Ketua DPC Kota Medan PPKHI (Perkumpulan Pengacara Konsultan Hukum Indonesia), Roni Chandra Koto, SH. Ia menilai penanganan kasus ini oleh Polres Dairi mencerminkan kegagalan penegak hukum dan dugaan penghinaan terhadap keadilan.
Dua bulan telah berlalu sejak laporan resmi diajukan, namun proses hukum belum menunjukkan perkembangan signifikan. Roni Chandra Koto menyoroti dugaan "kongkalikong" dan dugaan upaya "menghilangkan barang bukti", khususnya DVR CCTV, yang disebut oleh penasehat hukum korban. Menurutnya, penundaan penyitaan DVR CCTV dengan alasan menunggu izin pengadilan, sementara korban telah mengalami penganiayaan keji, menunjukkan kurangnya pemahaman atau bahkan adanya dugaan kesengajaan mengulur waktu. Pasal 34 KUHAP, tegasnya, memberikan landasan hukum untuk tindakan segera.
Baca Juga:
Wakil Bupati Dairi Diduga Lakukan Obstruction of Justice, Supri Darsono S : Rekaman CCTV Kasus Penganiayaan Hilang dari DVR
Ketua DPC Kota Medan PPKHI (Perkumpulan Pengacara Konsultan Hukum Indonesia) Roni Chandra Koto SH menilai kasus yang menimpa Roy Erwin Sagala mencerminkan kegagalan penegak hukum.
"Kasus penganiayaan yang menimpa Roy Erwin Sagala ini bukan hanya mencerminkan kegagalan penegak hukum, tetapi juga sebuah penghinaan terhadap keadilan itu sendiri. Dua bulan berlalu sejak laporan resmi diajukan ke Polres Dairi, namun hingga kini belum ada tanda-tanda proses hukum yang berjalan efektif," ujarnya, Sabtu (8/3/2025).
Roni menerangkan, pernyataan penasehat hukum korban yang menyebutkan adanya dugaan 'kongkalikong' dan upaya menghilangkan barang bukti, khususnya DVR CCTV, bukanlah tuduhan ringan. Ini adalah serangan frontal terhadap integritas Polres Dairi.
Baca Juga:
Polres Dairi Sita DVR CCTV Kasus Penganiayaan yang Diduga Libatkan Wakil Bupati Dairi
"Menunggu izin pengadilan untuk menyita DVR, sementara korban sudah mengalami penganiayaan keji dan ada indikasi perusakan barang bukti, menunjukkan kurangnya pemahaman atau bahkan kesengajaan mengulur waktu. Pasal 34 KUHAP jelas memberikan landasan hukum untuk tindakan segera, bukannya menunggu berminggu-minggu!," tegasnya.
"Dugaan adanya keengganan memeriksa saksi kunci yang telah dipanggil dua kali semakin menguatkan kecurigaan akan adanya upaya dugaan untuk melindungi pelaku. Apakah ini diduga bentuk impunitas yang diberikan kepada Wakil Bupati Dairi?. Publik berhak mendapatkan penjelasan yang transparan dan akuntabel, bukan hanya janji-janji kosong dan pernyataan yang mengambang," tambahnya.
Kejadian penganiayaan yang disertai perusakan tempat usaha korban menggambarkan kebiadaban yang luar biasa. Ancaman pembakaran rumah dan pernyataan "disudahi" yang dilontarkan pelaku menunjukkan niat jahat yang diduga terencana.