Ia mengapresiasi langkah Narasaon yang telah memulai forum diskusi terbuka dan mendorong dilakukannya audiensi dengan BBWS Sumatera II dan PT Inalum.
“Mereka yang tinggal di sekitar danau memiliki intuisi ekologis, sehingga layak didengar,” katanya.
Baca Juga:
Dukung Percepatan Metropolitan Rebana, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi MOU GMF AeroAsia, BIJB dan Bappenas Terkait Rencana Pembangunan Bengkel Pesawat (MRO) di Bandara Kertajati
Sebagai bagian dari upaya jangka panjang, Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menyarankan pembentukan task force lintas sektor yang melibatkan unsur masyarakat adat, geolog, akademisi, serta pemerintah daerah dan pusat untuk memetakan ulang kerentanan ekologis Danau Toba.
Menurutnya, penyebab utama naiknya air Danau Toba merupakan bagian dari proses geohidrologi dari kawasan hulu seperti Dairi dan Karo yang belum diantisipasi secara sistematis.
“Jangan lupa, danau ini hidup dalam lanskap hidrogeologis yang luas. Bila daerah tangkapan air tidak dijaga, maka Danau Toba akan terus terancam,” tegas Tohom.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Sektor Pariwisata Salah Satu Potensi Utama di Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur
Di tengah keprihatinan itu, Tohom tetap menyuarakan optimisme. Ia menyebut bahwa krisis ini adalah peluang untuk memperbaiki sistem tata kelola dan membangun sinergi lintas sektor.
“Ini momentum emas untuk memperbaiki sistem dari hulu ke hilir. Kalau kita bisa menyelamatkan Danau Toba sekarang, kita tak hanya menyelamatkan pariwisata, tapi juga harga diri dan masa depan masyarakat Batak,” pungkasnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]