Pertama, areal kerja atau konsesi PT TPL illegal. Konsesi PT TPL berada di atas Kawasan Hutan
dengan Fungsi Lindung (HL), Fungsi Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK),
dan Areal Penggunaan Lain (APL) tidak dibenarkan merujuk pada UU 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU No 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja.
Baca Juga:
Buka Puasa Bersama Wartawan, Humas TPL: Media Adalah Mitra Strategis
Hasil overlay GIS tim Jikalahari mencatat kawasan Perizinan
Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) atau IUPHHKHT PT TPL dengan fungsi kawasan
hutan menunjukkan areal PT TPL berada dalam kawasan Hutan Lindung (HL) seluas
11.582,22 hektar, Hutan Produksi Tetap (HP) 122.368,91 hektar, Hutan Produksi
Terbatas (HPT) 12.017,43 hektar, Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) 1,9
hektar dan Areal Penggunaan Lain (APL) 21.917,59 hektar.
Dari luas izin atau legalitas PT TPL seluas 188.055 hektar,
setidaknya 28 persen atau 52.668,66 hektar adalah ilegal karena berada di atas
HL, HPK dan APL.
Baca Juga:
Aktivis Lingkungan dan GBSI Sumut Beberkan Fakta, PT TPL Disebut Melakukan Perbudakan Terhadap Buruh
Kedua, PT TPL melakukan penanaman dalam kawasan Hutan
Lindung di konsesinya.
Areal yang seharusnya menjadi kawasan yang dilindungi,
justru diubah PT TPL menjadi areal produksi. Ditemukan adanya penanaman
eukaliptus yang berdekatan dengan tanaman hutan alam. Tim investigasi tahun
2021 menemukan telah ditanami eukaliptus Sekitar 318 meter dari jarak
penebangan tahun 2017. Artinya, tanaman eukaliptus yang ditemukan tim
Investigasi 2021 bekas kayu alam yang ditebang oleh PT TPL.