Penebangan hutan alam kemudian ditanami eukaliptus
bertentangan dengan UU No 18 Tahun 2013 sebagaimana diubah dalam UU No 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja Pasal 36 No 12 yang mengubah ketentuan Pasal 82 ayat 3 huruf a, b dan c.
Baca Juga:
Bupati Pakpak Bharat Terima Bantuan Taman Dancing Fountain dari PT. TPL
Ketiga, PT TPL melakukan penanaman di dalam konsesinya yang
berada dalam fungsi APL. Perusahaan kehutanan ini seharusnya mengajukan enclave
untuk mengeluarkan areal dengan fungsi APL dari izin konsesi mereka. areal
kerja PT TPL di dalam APL - Areal Penggunaan Lain umumnya berada di luar kawasan
hutan--bertentangan dengan UU Kehutanan maupun UU Pokok Agraria yang pada
prinsipnya APL berada di luar kawasan hutan, dan tidak boleh ada izin atau
perizinan berusaha kawasan hutan di APL. Wewenang mengelola APL yang berasal
dari kawasan hutan menjadi kewenangan Menteri ATR/BPN.
Baca Juga:
PT TPL Sektor Habinsaran Berikan 30.000 Bibit Kopi dan Adakan Pelatihan
Keempat, PT TPL memanfaatkan pola Perkebunan Kayu Rakyat
(PKR) untuk menanam eukaliptus di luar izin konsesinya demi memenuhi bahan baku
produksi. Pola PKR ini memanfaatkan areal milik masyarakat yang dikerjasamakan
dengan PT TPL untuk ditanami eukaliptus.
Dalam kehutanan dikenal pola kerja sama antara masyarakat
dengan korporasi berupa Kemitraan Kehutanan merujuk pada Permenhut 39 Tahun
2013 tentang pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan.
Lalu, pada 2016 terbit P.83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial jo P9 Tahun
2021 tentang pengelolaan perhutanan sosial. Ringkasnya, kerja sama PT TPL
dengan pola PKR dalam areal konsesinya bertentangan dengan aturan
kehutanan.