"Dampak dari legalitas yang illegal sebabkan konflik dan
kekerasan terhadap masyarakat adat, lingkungan hidup rusak, ekonomi masyarakat
hancur, potensi ledakan konflik horizontal, hingga pembiayaan yang tidak layak
diberikan pada P TPL," Kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
Baca Juga:
Bupati Pakpak Bharat Terima Bantuan Taman Dancing Fountain dari PT. TPL
Tentunya temuan Investigasi bersama KSPPM dan Aman Tano
Batak menjadi fakta kuat agar pemerintah dapat mengevaluasi izin konsesi PT
TPL, bahkan menutupnya.
Baca Juga:
PT TPL Sektor Habinsaran Berikan 30.000 Bibit Kopi dan Adakan Pelatihan
Konflik sosial serta intimidasi dan kekerasan PT TPL
terhadap masyarakat adat begitu besar. Sepanjang 2020-2021 saja, setidaknya
terjadi 8 kali konflik dan menyebabkan korban 12 orang dan 9 orang terlapor
polisi. Selain itu, PT TPL juga mengintimidasi 3 komunitas (Huta/Kampung) untuk tidak bercocok tanam di atas wilayah
adatnya dan merusak tanamannya.
Roganda, Ketua Aman Tano Batak menyebutkan, kehadiran PT TPL
tak hanya sebabkan konflik dan kekerasan terhadap masyarakat. Penghancuran
hutan yang tadinya hutan alam menjadi tanaman eukaliptus berdampak pada
kerusakan lingkungan. Tidak hanya untuk
masyarakat sebagai pemilik hutan, tapi
juga berdampak ke daerah lainnya. Seperti yang terjadi Huta (kampung) Napa, Kecamatan Sipahutar,
Kabupaten Tapanuli Utara setelah penghancuran hutan mereka yang dilakukan oleh
PT TPL menyebabkan sumber air minum "Aek
Nalas" yang peruntukannya untuk sumber air minum masyarakat di desa dan juga Kecamatan
Sipahutar membuat air sering berlumpur dan kuning.