Akibat tidak diketahuinya barang bukti sebanyak 42 ton tersebut, lanjut Raju, maka nilai yang diduga tidak dapat dipertanggungjawabkan adalah sebesar Rp 428.400.000, dengan harga eceran 10.200 per liter.
"Sekarang polisi harus jujur, barang bukti itu dimana. Jangan sampai kami memberi istilah, bahwa kasus ini adalah kasus 'konsorsium minyak' versi Sibolga, yang diduga melibatkan pejabat Polres Sibolga sebagai pihak yang melakukan pengamanan dalam setiap kasus minyak ilegal yang ada," tuturnya.
Baca Juga:
Tindaklanjuti Laporan Masyarakat, Polres Asahan Grebek Lokasi Gelper di Graha Kisaran
Berita sebelumnya, Kapolres Sibolga, AKBP Taryono Raharja menyebutkan, bahwa hanya ada barang bukti 60 ton dari 108 ton minyak yang disita polisi.
"Dari semua perhitungan minyak, totalnya ada 108 ton, dan sudah terjual 22 ton, dan yang kita amankan sebanyak kurang lebih 60 ton saja," ungkap Kapolres Sibolga, AKBP Taryono Raharja, saat konferensi Pers, Selasa (20/09/2022) di Mapolres Sibolga
"Minyak itu sebagian terpakai oleh kapal, makanya yang berhasil kita amankan sebagai barang bukti adalah 60 ton," kata Taryono menjawab Wartawan.
Baca Juga:
Bupati Labura Hadiri Pemusnahan 15 Kg Sabu di Polres Labuhanbatu
Sementara itu, Direktur Hubungan Antar Kelembagaan LSM MSPI, Thomson Gultom, kepada wahananews.com menyebutkan bahwa bahan bakar minyak jenis solar yang diamankan, belum diketahui jenisnya. Padahal, Thomson menyebutkan, ada perbandingan harga dalam setiap jenis solar.
"Dari sejumlah informasi yang kita himpum, ada sejumlah jenis BBM yang didistribusikan kepada nelayan dan juga dengan sejumlah harga yang berbeda. Padahal kalau harga dari Pertamina sudah jelas 1 harga. Seperti harga B30 industri Pertamina Periode II September 2022, Rp.23.450. Tetapi di Jakarta ada juga yang dapat menjual BBM di harga Rp.13.500,- per Senin tanggal 19 September 2022. Nah, kalau seperti itu sudah dapat dibaca itu BBM dari manakah? Kan bisa dong itu dipertanyakan. Dan itu tupoksi Polairud,” ungkapnya. [rum]