Namun mereka sangat sulit mendapatkan upah segitu,
disebabkan oleh hujan atau sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
Situasi sulit tersebut, menyebabkan mereka hanya menerima upah rata-rata berkisar
Rp. 1.800.000 per bulan.
Baca Juga:
Dugaan TPL Buka Lahan di Hutan Alam, Menteri KLH Segera Check
Hal terperah dialami oleh BHL yang bekerja di proyek Pemanenan
(penebangan), tiap ton hasil kayu log hasil tebang hanya dibayarkan sebesar Rp.
10.000 (data pada tahun 2017). Dalam
sehari mereka dapat memanen sebanyak 25 ton, dengan upah sebesar Rp. 250.000.
Namun jam kerja mereka berkisar 12 - 14 jam sehari, bahkan
hingga Pukul 03.00 Wib baru berhenti kerja dan esok paginya kembali lagi
bekerja. Sebagian BHL pemanen ini, menghabiskan kehidupannya dibawah tenda.
Tinggal dan tidur berminggu-minggu di bawah tenda plastik yang mereka buat
dengan ala kadarnya, dengan cara nomaden seiring semakin jauhnya jangkauan area
penebangan, dan diantara mereka ada yang membawa istri dan anak-anaknya
sekaligus.
Baca Juga:
Menteri LHK Akan Evaluasi Keberadaan PT TPL dan Food Estate di Tano Batak
Rendahnya upah yang diterima, tidak sebanding dengan biaya
pemenuhan kebutuhan hidup. Rata-rata anggota rumah tangga BHL sebanyak 4 orang
dengan total pengeluaran kebutuhan hidup yang teramat rendah yang berkisar Rp
2.768.500, tidak termasuk tanggungan biaya sekolah anak tingkat SMP dan SMA.