Kepentingan Kolonial di Bataklanden
Baca Juga:
Batak di Filipina, Satu dari 7 Suku yang Terancam Punah
Kepentingan Kolonial di Bataklanden Pada 1888 Perret
mengungkapkan bahwa seorang Bruder atau rohaniawan Katolik bernama J. Kreemer
menyampaikan pidato di depan parlemen mengenai urgensi pengembangan Kristen di
"Tanah Batak" (Bataklanden) karena persebaran Islam dan kekuatan kesultanan di
Sumatera, terutama pengaruh Aceh yang dianggap akan mengganggu kestabilan
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.
Berdasarkan catatan Perret, pada tahun yang sama pemerintah
kolonial mulai menugaskan sejumlah kontrolir khusus untuk urusan "Batak" di
Bataklanden. Selain menjaga dan memperluas perkebunan, mereka bertujuan
memisahkanmasyarakat pesisir dan masyarakat pedalaman. Tentu saja tujuan ini
bermotif politis, sebagaimana disampaikan langsung oleh kontrolir Westenberg
dari Karo pada 1891.
Baca Juga:
3 Penyanyi Muda Berdarah Batak Ini Turut Mewarnai Industri Musik Indonesia
"Saya berpendapat bahwa demi alasan-alasan politik, akan jauh
lebih baik untuk tidak memperkuat pengaruh langsung Sultan dan kepala-kepala
urung (satuan administrasi onderafdeling) yang semuanya Islam dan terus
menganggap daerah-daerah dusun Batak sebagai satuan-satuan terpisah, atau lebih
tepat dikatakan spesifik," tulis Westenberg seperti dikutip oleh Perret.